Kajian AMDAL Rempang Eco City Masih Proses, Ombudsman: Tak Boleh Sekedar Formalitas

Nelayan Remapang
Seorang nelayan di Kampung Pasir Panjang, Pulau Rempang, sedang menarik jala dari atas perahu. (Foto:Irvan Fanani/Ulasan.co)

BATAM – Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Lagat Siadari, angkat bicara ihwal kerja sama (MoU) antara Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) dengan PT Makmur Elok Graha (MEG), selaku pengembang proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam.

Menurutnya, penandatanganan MoU antara kedua pihak pada bulan Mei lalu adalah langkah yang wajar. UMRAH, sebagai institusi pendidikan tinggi, memiliki kewajiban untuk melakukan pendidikan, penelitian, pengembangan, dan pelayanan masyarakat, termasuk kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

“Perihal MoU antara keduanya terkait kajian AMDAL di Pulau Rempang, saya kira tidak ada persoalan. Barangkali dari Three Partid itu UMRAH mau bekerja sama dengan PT MEG,” kata Lagat, Jumat (06/10).

Namun, Lagat mengingatkan agar UMRAH harus tetap menjaga objektivitas dalam proses kajian ini. Terutama mengingat adanya isu substansial terkait keinginan masyarakat Kampung Tua di Pulau Rempang yang tidak ingin direlokasi.

“Harapan kita agar UMRAH juga jangan hanya sekedar menjadi tukang stempel keinginan daripada PT MEG,” kata Lagat.

Lagat juga berharap proses sertifikasi AMDAL untuk proyek Rempang Eco City yang baru akan disusun itu dapat berjalan dengan baik dan transparan.

“Proses AMDAL memang memakan waktu yang cukup lama. Nantinya, laporan tentang AMDAL akan dinilai ulang sebelum sertifikat AMDAL dapat diterbitkan oleh pemerintah,” ujarnya.

“Tentu hasilnya akan diuji publik. Kita harapkan proses sertifikasi AMDAL ini dilaksanakan secara baik dan tidak memang pesanan atau sekedar hanya keinginan daripada pemohon AMDAL tersebut,” tegas Lagat.

Selain itu, ia mengatakan, bahwa AMDAL untuk proyek Rempang Eco City tidak akan secara otomatis mengonfirmasi legalitas lahan yang dimiliki oleh BP Batam.

“Mereka sedang dalam proses kajian. Terkait dengan lokasi yang akan dijadikan, apakah itu mencakup seluruh Pulau Rempang atau hanya 4 Kampung Tua seluas 2 ribu hektar, kami tidak tahu. Tapi adanya AMDAL kan tidak menjadi legalisasi lahan, itu soal lain,” terangnya.

Berdasarkan temuan tim Ombudsman Kepri saat kunjungan mereka ke Rempang beberapa waktu lalu, Lagat mencatat bahwa tidak ada satu pun warga yang bersedia untuk direlokasi.

“Ketika kami datang ke sana, masyarakat secara spontan berkumpul menyampaikan unek-uneknya, harapan serta pernyataan bahwa mereka tidak mau direlokasi. Jadi kami itu mencari data apa adanya dari masyarakat, mulai dari tingkat struktural RT/ RW,” paparnya.

Warga juga menekankan bahwa mereka tidak menentang masuknya investasi. Mereka siap menerima investasi yang berdampingan dengan kampung-kampung tua yang telah menjadi tempat tinggal mereka turun-temurun.

“Oleh karena itu, kami telah meminta kepada pemerintah agar eksistensi mereka tetap dipertahankan tanpa harus direlokasi,” kata Lagat.

Baca juga: Ombudsman Kepri Minta BP Batam Sampaikan Data Valid Relokasi Warga Rempang

Baca juga: Rektor UMRAH Ungkap Alasan MoU Dengan PT MEG di Rempang

Ikuti Berita Lainnya di Google News