Masinton: MK Dimanfaatkan untuk Skenario ‘Politik Pelanggengan Kekuasaan’

Dari kiri ke kanan: Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua MK Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. (Foto:Dok/Istimewa_Kolase/Ulasan.co/Barino Rico)

JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pendaftaran bagi calon presiden (capres), dan calon wakil presiden (cawapres) merupakan skenario besar ‘politik pelanggengan kekuasaan’.

Ungkapan itu disampaikan politikus PDIP, Masinton Pasaribu. Masinton juga menyebutkan, putusan MK terkait syarat maju capres-cawapres tidak murni sebagai putusan yang berdiri sendiri.

Menurut Masinton, sidang putusan MK mengenai syarat maju capres-cawapres tersebut bagian dari skenario besar yang dibuat oleh penguasa.

Melansir dari tvonenews, Menurutnya, hasil putusan MK ini berdampak pada munculnya kembali isu penundaan Pemilu 2024. Kedua, utak-atik penambahan masa periode jabatan Presiden, serta memanfaatkan MK sebagai lembaga negara.

Ia juga mengatakan, bahwa hasil putusan MK terhadap enam materi gugatan yang dilayangkan itu tidak konsisten.

“Maka kalau kita lihat persidangan MK kemarin, ada 6 pengujian judicial review dengan materi gugatan yang hampir sama. Namun putusan MK tidak konsisten dalam putusannya,” tegas Masinton, Selasa (17/10/2023).

“Bahkan hakim-hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion seperti Saldi Isra, yang juga Wakil Ketua MK, mengaku bingung soal adanya penentuan perubahan keputusan MK dengan cepat. Menurutnya, hal tersebut jauh dari batas penalaran yang wajar,” tambah Masinton.

Baca juga: Sosok Mahasiswa Gugatannya Dikabulkan MK, Ternyata Anak Boyamin Saiman

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Gugatan yang dilayangkan oleh Almas Tsaqib Birru Re A teregister dengan nomor 55/PPU-XXI/2023. Gugatan yang dikabulkan sebagian tersebut dalam petitumnya, ingin mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

Berdasarkan putusan MK tersebut, salah satu yang terdampak dan bisa mengikuti Pilpres 2024 mendatang yakni Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka yang saat ini masih berusia 36 tahun yang juga putra dari Presiden RI Joko Widodo.

Amar putusan MK tersebut mendapat kritikan dari Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari. Feri mengatakan, berkaca dari keputusan tersebut. Ia menilai MK saat ini tidak ubahnya seperti ‘Mahkamah Keluarga’.

Baca juga: MK Bentangkan Karpet Merah untuk Gibran Maju Cawapres 2024

Lantaran putusan MK tersebut dinilai hanya memberikan karpet merah bagi Gibran, yang merupakan anak dari Presiden RI Joko Widodo untuk bisa berpartisipasi dalam Pilpres.

“MK mengalami kesakitan yang serius. Bahwa MK telah betul-betul menjadi ‘Mahkamah Keluarga’ yang membuka ruang kepada anak Jokowi bisa berpartisipasi dalam pelaksanaan Pemilu 2024 dalam alasan yang jelas,” tegas Feri dikutip dari ccnindonesia, Senin (16/10).

Sementara Hakim Konstitusi, Saldi Isra merasa khawatir terhadap putusan MK itu, karena menurutnya bisa menurunkan kepercayaan publik.

Ia menyampaikan pernyataan dissenting opinion itu, pada sidang putusan gugatan batas usia capres cawapres di MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Saldi merupakan salah satu dari empat hakim yang memiliki pendapat berbeda, terkait putusan gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu.

“Saya sangat-sangat dan khawatir. Mahkamah Konstitusi justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political question. Pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik kepada MK,” sebut Saldi Isra dalam tayangan sidang MK, Senin (16/10/2023).