Mengungkap Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat

Mengungkap Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Ilustrasi - Sel tahanan.

Tanjungpinang – Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, tersangka kasus suap pengaturan paket proyek infrastuktur dan proyek Dinas Pendidikan tahun anggaran 2020-2022 kembali membuat heboh usai Migrant Care melaporkannya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Lembaga swadaya pemerhati buruh migran itu melaporkan temuan kerangkeng manusia di lahan belakang rumah Bupati Langkat di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut).

Dengan membawa bukti berupa foto dan video, Migrant Care membeberkan adanya sekitar 40 orang pekerja sawit yang diduga bekerja di ladang milik Terbit Rencana, namun mendapat perlakuan kejam dan tak manusiawi dengan menampung para pekerja di dalam kerangkeng yang berada di rumahnya.

Baca juga: Rumah Pribadi Bupati Langkat Digeledah KPK

Menurut laporan Migrant Care, kerangkeng manusia itu serupa penjara (dengan besi dan gembok) di dalam rumah Terbit. Selain itu, para pekerja diduga mengalami penyiksaan hingga mengalami luka lebam pada bagian tubuhnya seperti di wajah.

Menurut Head of Migrant Studies Research Center Migran Care, Anis Hidayah, temuan kerangkeng tersebut berdasarkan adanya laporan dari masyarakat bersamaan dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu.

“Kami laporkan ke Komnas HAM karena pada prinsipnya, itu sangat keji,” kata Anis.

Kerangkeng Buat Sejak 2012

Polda Sumatera Utara memastikan kerangkeng manusia di rumah bupati terkaya di Indonesia itu sudah ada sejak 2012 silam. Kerangkeng itu diketahui berjumlah dua ruangan berukuran 6×6 meter. Kedua sel itu diisi sekitar 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit.

Ke 27 orang tersebut diantarkan sendiri oleh orangtua masing-masing. Bahkan, para orangtua dan menandatangani surat pernyataan. Saat pulang bekerja, mereka akan dimasukkan ke dalam kerangkeng lagi.

“Mereka datang ke situ diantarkan oleh orangtuanya dengan menandatangani surat pernyataan. Isinya antara lain, direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun. Mereka umumnya adalah warga sekitar lokasi,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Senin (24/1) lalu.