Pembelajaran Tatap Muka, Antara Harapan dan Kenyataan

Pers sebagai Portal Menuju Pendidikan Berkualitas
Rio Sahputra Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Penulis Rio Sahputra
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Maritim Raja Ali Haji

Sejumlah daerah di Indonesia kini telah memberikan akses pembelajaran tatap muka terbatas di sejumlah daerah yang memiliki intensitas zona kuning dan hijau. Pelaksanaan pembelajaran tatap muka ini sudah dijalankan sejak 4 Oktober 2021 lalu.

Adanya transisi jenis dan metode pembelajaran daring menjadi luring kini menjadi masalah baru yang harus dihadapi oleh seluruh instansi pendidikan. Permasalahan yang timbul seperti resiko akan munculnya kluster-kluster baru dalam penyebaran COVID-19.

Kekhawatiran orangtua, dan gejala-gejala lain yang tidak diharapkan oleh seluruh komponen pendidikan.
Namun, apakah dengan munculnya permasalahan ini akan membuat proses pembelajaran tatap muka terbatas harus dihentikan.

Baca juga: Pembelajaran Daring, Ikhtiar Keluar dari Pandemi COVID-19

Pembelajaran tatap muka terbatas sepatutnya harus tetap dilanjutkan. Mengingat proses pembelajaran secara daring sebelumnya telah membuat mental, jiwa, dan pikiran peserta didik menjadi semakin merosot. Walaupun pembelajaran tatap terbatas ini memiliki beragam risiko, perlu ditegaskan pembelajaran tatap muka harus tetap dijalankan.

Mengenai dampak yang akan timbul, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus lebih bijak dalam memberikan perlindungan dan kebijakan kepada seluruh komponen pendidikan. Setiap kebijakan yang diberikan haruslah berlandaskan pertimbangan dari segala aspek dan sisi. Pertimbangan tersebut tidak hanya berdasarkan sudut padang pemerintah saja, namun juga melibatkan segala komponen masyarakat bawah. Pemerintah tidak hanya melarang, memberikan kebijakan saja, melainkan juga harus memberikan solusi nyata.

Jika dilihat kejadian sebelumnya, yaitu kejadian pembelajaran daring pada periode ketika pandemi sedang berlangsung, para peserta didik tidak sepenuhnya menuntut ilmu dan belajar. Seluruh materi yang diberikan oleh guru tidak dimengerti, bahkan tugas yang diberikanpun tidak dikerjakan sama sekali. Pemerintah cenderung buta terhadap hal ini.

Pemerosotan pola pikir, tingkah laku, dan mental peserta didik tidak dapat ditanggulangi lagi dengan hanya pembelajaran berbasis jaringan atau daring. Karena guru tidak lagi memiliki akses untuk mengatur dan mengarahkan peserta didik secara langsung. Ditambah lagi dengan keadaan dimana orang tua dituntut untuk menjadi guru.

Jika orangtua yang memiliki dedikasi dan pengalaman dalam mengajar, tentunya hal ini cukup mudah dilakukan, dilaksanakan, dan diterapkan. Tapi bagaimana dengan orangtua yang tidak memiliki landasan dalam mengajar? Bagaimana jika orangtua dari peserta didik sibuk bekerja? Bagaimana dengan orangtua yang tidak memiliki ilmu dan informasi yang cukup terkait pembelajaran? Kepada siapa peserta didik belajar?
Walau pemerintah telah memberikan solusi terhadap permasalahan diatas, yaitu berupa pembelajaran jarak jauh menggunakan aplikasi panggilan video massal seperti Zoom Meetings, Google Meets, dan lain-lain itu tidak sepenuhnya dapat menjalankan proses pembelajaran secara optimal.

Baca juga: Mahasiswa Tameng Cegah Penyalahgunaan Narkotika

Ketersedian jaringan internet justru membuat peserta didik malah terjatuh lebih jauh dalam aspek pola pikir. Keterbukaan dan keluasan media informasi sulit dikendalikan membuat siapapun bisa mengaksesnya. Hal ini juga merupakan bagian dari ancaman pembelajaran dalam jaringan (daring).

Angan-angan pemerintah pusat ataupun daerah berupa proses pembelajaran daring ini akan berjalan dengan efektif dapat kita tepis dengan fakta lapangan yang tidak sesuai dengan apa yang pemerintah harapkan.

Walaupun demikian, tidak sepenuhnya dalam permasalahan ini hanya pemerintah pusat atau pemerintah daerah saja yang dapat disalahkan. Dibalik permasalahn ini pastilah mereka sedang berupaya keras dalam menanggulangi wabah pandemi ini. Dalam kasus ini peran orangtua, kerabat, dan masyarakat lain sangat penting dalam menanggulangi permasalahan pembelajaran daring ini dari dalam (internal siswa).

Kita sebagai masyarakat juga seharusnya harus paham terhadap seluruh kebijakan yang dikeluarkan. Keberhasilan kebijakan tidak dijamin dari siapa yang membuat atau menciptkan kebijakan itu sendiri, melainkan seluruh komponen masyarakat terutama dalam hal pendidikan.

Pandemi atau wabah ini pastilah akan mereda atau bahkan menghilang jika kita selaku masyarakat tetap mengikuti segala kebijakan yang ada. Jangan terlalu berharap lebih jika diri sendiri sulit diatur. Tetap kawal proses pembelajaran daring dan luring demi pendidikan Indonesia maju dan jaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *