Pembentukan Satgas Tangani Koperasi Bermasalah Jadi Solusi?

UMKM
Perajin memotret produk wayang golek yang dipesan melalui pasar daring di UKM Golek Waris, Desa Tegal Waru, Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (27/12/2021). (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp)

KemenkopUKM pada tanggal 15 Oktober 2020 menerbitkan PermenkopUKM No. 9 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi Menggantikan PermenkopUKM No. 17/Per/M.KUKM/2015.

Tugas pengawasan meliputi pengawasan terhadap seluruh fasilitas sarana, dan prasarana yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan usaha koperasi; pemeriksaan, verifikasi dan klarifikasi dokumen yang berkaitan dengan koperasi, permintaan keterangan dari anggota, pengurus, pengawas, dewan pengawas syariah, pengelola/manajemen, karyawan, kreditor, investor, dan mitra kerja koperasi ; penyusunan Berita Acara Pendirian Koperasi (BAPK) dan Laporan Hasil Pemeriksaan Kesehatan Koperasi (LHPKK).

Selanjutnya, pelaporan hasil pemeriksaan kepada pimpinan pemberi tugas; dan pemantauan penerapan sanksi administratif terhadap koperasi dengan tingkat kesehatan dalam pengawasan atau dalam pengawasan khusus. Dari Permenkop ini dapat disimpulkan pengawasan terhadap koperasi dilakukan oleh KemenkopUKM sendiri.

Diketahui bersama bahwa pengawasan bank beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 31 Desember 2013 yang sebelumnya dilakukan oleh Bank Indonesia sejak dibentuknya OJK berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011.

Jika menilik ke belakang pemerintah lewat program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), bank sentral sampai harus menggelontorkan dana sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank yang hampir kolaps akibat krisis ekonomi 1998.

Pada sektor keuangan, bank gagal juga masih ada sekalipun diawasi oleh OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selama periode 2005 hingga 2019 telah menangani sebanyak 98 bank gagal dengan total klaim nasabah mencapai Rp1,4 triliun.

Yang perlu ditingkatkan adalah kualitas dari pengawasannya. KemenkopUKM dalam rangka mengantisipasi kembalinya koperasi bermasalah harus betul-betul serius melakukan perbaikan pengawasan koperasi. Pengawasan koperasi harus dilakukan baik preventif dan juga penanganan serta penindakan pada koperasi bermasalah.

Secara preventif koperasi harus diawasi dalam hal penegakan prinsip, nilai dan jatidiri koperasinya. Koperasi berangkat dari keinginan individual untuk sejahtera bersama, lalu memberikan tugas pada sekelompok orang terpercaya untuk mengurus dan mengawasi koperasinya. Sehingga kepengawasan koperasi sebaiknya dilakukan oleh orang-orang koperasi dan oleh KemenkopUKM sendiri.

Koperasi yang maju adalah koperasi yang mampu memberikan kesejahteraan paripurna kepada anggotanya.

Pada koperasi penyaluran pembiayaan tidak harus mengedepankan bisnis yang sudah berjalan yang biasa di bank disebut bankable. Kalau ini terjadi maka koperasi akan berubah menjadi bank.

Orang yang serba kekurangan dari sudut pandang ekonomi, barangkali tidak layak untuk diberikan pembiayaan menurut ukuran bank. Bisa saja punya potensi besar diberikan pembiayaan bahkan tanpa jaminan sekalipun oleh koperasi. Tentu ini sangat berbeda dengan institusi perbankan.

Setelah diberikan pembiayaan sesuai kapasitasnya, koperasi melakukan pendampingan bisnis dan jika usaha anggota ini maju, ia akan menyimpan uangnya di koperasi ini. Begitulah seorang anggota menyimpan di koperasi berbasis pada kepercayaan atas kinerja koperasinya sendiri.