Pengamat Nilai Kebijakan Wali Kota Rahma Aneh Tangani COVID-19

Tanjungpinang – Pengamat menilai kebijakan yang dikeluarkan Wali Kota Tanjungpinang Rahma aneh. Sebab, akhi-akhir ini Wali Kota Rahma mengeluarkan pernyataan dalam penanganan COVID-19 kepada masyarakat.

Mulai dari rencana mengembok kendaraan warga di tempat keramaian, hingga menyiram warga dengan mobil pemadam kebakaran (Damkar) di atas pukul 22.00 WIB.

Pengamat Kebijakan Publik Alfiandri menilai kebijakan penggembokan kendaraan pengunjung dan penyiraman warga yang berkerumun di atas pukul 22.00 WIB yang sempat dicanangkan oleh wali kota dinilai tidak manusiawi.

“Sebenarnya, tidak masalah tapi harus lebih manusiawi saja. Sebab kekhawatiran itu sudah tingkat tinggi,” kata Alfiandri di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Jumat (02/07).

Menurutnya, tindakan yang tidak sesuai dengan akal sehat harus ditindak sesuai dengan tindakan serupa.

“Virus berkembang secara radikal, ditambah masyarakat yang bertindak rasional kebijakan yang harus diambil kebijakan yang tidak rasional juga. Tidak masalah wali kota melakukan itu,” katanya.

Meski demikian, ia menilai kebijakan yang sering dibuat oleh Wali Kota Tanjungpinang seperti lewat surat edaran, aturan dan sebagainya sering tidak berdasar.

“Wali kota boleh membuat aturan khusus dan tegas, tapi dengan catatan harus diberitahu ke masyarakat. Cuma selama ini wali kota itu selalu buat surat edaran itu ala dia saja, harus ada dasar untuk mengambil tindakan,” katanya.

Ia menilai beberapa kebijakan yang dinilai tidak rasional.

“Jangan sampai ada julukan dari masyarakat kepada wali kota, karena sudah mengganggu kenyamanan publik,” tegasnya.

Terpisah, Pengamat Hukum, Prey Rehendra mengatakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat kebijakan. Pertama, tindakan pemerintah yang dibuat itu harus berdasar pada hukum.

“Walaupun ada wacana mau digembok kendaraan dan disiram pakai damkar harus ada dasar hukum atas pemerintah tersebut,” kata Pery melalui sambungan seluler.

Kedua, berdasarkan kaca mata Perry, pihaknya ingin memastikan bahwa tindakan yang diambil tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan terkait.

“Jangan sampai kita mau menegakkan hukum tapi melanggar hukum,” katanya.

Ketiga, pastikan pelaksanaannya dilapangan wajib menegakkan prinsip hak asasi manusia.

“Ini yang harus diperhatikan, penegakan di lapangan wajib menegakkan prinsip hak asasi manusia. Ini diatur jelas dalam Pemendagri Nomor 44 Tahun 2010,” katanya.

Terakhir, Pery menjelaskan salah satu salah satu klaster penyebaran COVID-19 itu justru banyak di lingkungan aparatur sipil negara (ANS) sendiri. Maka dari itu, penindakan yang lebih tegas harus ada untuk ASN.

“Nah, ini harus menjadi perhatian khusus. Setidak-tidaknya kalau tadi ada wacana ingin menggembok dan penyiraman tentu ada sanksi, tambah yang lebih berat untuk ASN tersebut,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Engesti
Redaktur : Muhammad Bunga Ashab