PT Dani Tasha Lestari Gugat BP Batam dan BPN ke Pengadilan

PT Dani Tasha Lestari Gugat BP Batam dan BPN ke Pengadilan
Djoko Susanto (tengah) kuasa hukum PT Dani Tasha Lestari, Rury (kanan) Direktur PT Dani Tasha Lestari. (Foto: Muhamad Ishlahuddin)

Namun, dalam perkara ini, pembatalan yang dilakukan pihak tergugat baru dilakukan pada tahun 2020, maka telah melebihi jangka waktu 7 hari sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 peraturan Kepala BP Batam nomor 11 tahun 2016.

Dengan demikian, tergugat telah melakukan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh badan dan atau pejabat pemerintah.

“Aneh sekali pembatalan ini. Sebab, surat SP3 (yang tidak pernah diterima penggugat) dikeluarkan pada tahun 2017, sementara pembatalan alokasi lahan terjadi di tahun 2020. Berarti udah lewat dong, jika merujuk pada aturan Kepala BP Batam nomor 11 tahun 2016 pasal 4,” tegas Djaka.

“Dengan demikian, secara nyata pembatalan sepihak oleh tergugat terhadap objek sengketa merupakan perbuatan melawan hukum,” katanya.

Dalam perkara ini, pembatalan sepihak oleh tergugat terhadap objek sengketa, tergugat juga telah melakukan pemasangan tiang papan peringatan di objek sengketa. “Sedangkan objek sengketa masih dalam sengketa dan belum ada proses eksekusi yang dilakukan Pengadilan,” tambahnya.

Djaka menilai, dalam gugatan ini unsur melawan hukum telah terpenuhi berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata, antara lain bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, melanggar hak subjektif orang lain, melanggar kaidah tata susila san bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang harusnya dimiliki oleh seseorang.

Dia menambahkan, objek sengketa aquo telah diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama penggugat sebagai pemegang hak di atas tanah hak pengelolaan atas lahan dan baru akan berakhir haknya pada tahun 2023, tetapi sudah diambil alih oleh tergugat maka jelas itu merupakan perbuatan melawan hukum. “Maka produk-produk yang dikeluarkan tergugat adalah produk yang cacat hukum dan tidak sah serta tidak mengikat,” katanya.

Djaka menerangkan, sesuai UU Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria, jika dalam jangka waktu hak tersebut berakhir dapat dilakukan perpanjangan, yang secara tegas disebutkan pada pasal 35 ayat (2), yaitu atas permintaan pemegang hak dan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut pada ayat (1) dapat di perpanjangan waktu paling lama 20 tahun.

Perpanjangan tersebut juga telah sesuai dengan ketentuan pasal 17 surat perjanjian antara penggugat dan tergugat Nomor: 264/SPJ/KA-AT/XI/93, tanggal 30 November 1993 yang menyebutkan kepada pihak kedua yang jangka waktu hak atas tanah sebagai mana dalam pasal 5 perjanjian ini berakhir, sepenuhnya dapat pula diberikan kesempatan utama (Hak Utama) untuk mengajukan pembaharuan hak atas tanah di maksud apabila ketentuan-ketentuan / persyaratan-persyaratan dalam perjanjian ini dipenuhi dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan pertanahan yang berlaku.

Atas tindakan melawan hukum yang dilakukan tergugat, kata Djaka, penggugat sangat dirugikan baik secara materill maupun inmateriil.

Sementara itu, Direktur PT Dani Tasha Lestari Rury Afriansyah berharap gugatan yang dilayangkan kuasa hukumnya, Djaka Susanto PH, SH dan Rekan ke pihak tergugat BP Batam bisa dikabulkan majelis hakim PN Batam.

“Saya berharap gugatan kami bisa dikabulkan pihak PN Batam,” harap Rury.

Rury menjelaskan, PT Dani Tasha Lestari mendapat pengalokasian lahan seluas 30 hektare dari BP Batam pada tahun 1993 untuk jenis usaha atau kegiatan di bidang Pariwisata guna peruntukan mendirikan Pariwisata dengan hak guna bangunan (HGB) selama jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjangan lagi sesuai ketentuan yang berlaku dan kerjasama antara PT Dani Tasha Lestari dan BP Batam (penggugat dan tergugat).

Setelah mendapat alokasi lahan tersebut, kata Rury, PT Dani Tasha Lestari sudah membangun hotel dan sarana pendukung untuk keperluan pariwisata dengan nama Purajaya Beach Resort (sekarang menjadi Objek Sengketa).

“Namun saat ini tanpa ada masalah, tiba-tiba pihak BP Batam mengambil alih secara sepihak hak atas objek sengketa. Padahal hak pengelolaan atas lahan tersebut baru akan berakhir pada tahun 2023,” pungkas Rury. (*)