Ramadan dan Perjalanan Raja Ali Kelana Berkeliling Pulau Tujuh

Ramadan dan Perjalanan Raja Ali Kelana Berkeliling Pulau Tujuh
Syahrul Rahmat, Dosen Sejarah STAIN Sultan Abdurrahman Kepri (Foto: Dok Pribadi )

Pohon Perhimpunan, Rekaman Jejak Sejarah Riau Lingga di Pulau Tujuh

Di masanya, catatan tersebut barangkali hanya dimaksudkan sebagai laporan dari Raja Ali Kelana terhadap Raja Yusuf Al-Ahmadi yang merintahkannya untuk berkeliling di Pulau Tujuh. Karangan yang ditulis pada akhir abad ke-19 ini menjadi sangat penting untuk mengetahui bagaimana Natuna di masa lalu.

Referensi tentang sejarah Riau Lingga selama ini banyak didominasi oleh kawasan Riau (Pulau Bintan), Lingga, Singapura, Johor serta beberapa daerah di kawasan pesisir pantai Timur Sumatera.

Catatan perjalan berupa jurnal pada dasarnya bukan sesuatu yang baru dalam sejarah. Catatan I-Tsing, Tom Pires, Marcopollo dan banyak pengembara lain memberikan informasi yang berharga tentang wilayah Nusantara di masa lalu.

Tidak hanya itu, pemerintah Belanda juga cukup intens membuat catatan tentang Hindia Belanda, seperti menerbitkan Tijdschrift, Aardrijksbeschrijving, handelsblad, surat kabar dan lain sebagainya.

Menariknya, catatan tentang Pulau Tujuh yang ditulis oleh Raja Ali Kelana saat berkeliling selama 17 hari di bulan Ramadan itu ditulis dengan perspektif lokal.

Berbicara kelangkapan informasi, laporan yang ditulis itu dapat dikatakan cukup lengkap. Di dalamnya Raja Ali Kelana tidak hanya bercerita tentang geografis wilayah, di dalamnya ia juga menceritakan dengan detail hasil alam yang menjadi mata pencarian masyarakat, mulai dari hasil perkebunan hingga hasil laut.

Pendataan jumlah masyarakat juga tidak luput dari catatannya, setiap mengunjungi sebuah kampung atau pulau, ia memberikan gambaran tentang jumlah masyarakat berikut etnis-etnis yang mendiaminya. Selain itu, berbagai laporan terkait konflik dan penyakit yang diderita masyarakat juga menjadi bagian tidak kalah penting dalam catatan ini.

Pohon Perhimpunan dapat menjadi rujukan primer untuk melihat geografis dan monografis wilayah kawasan Natuna dan Anambas pada akhir abad ke-19. Laporan itu juga dilengkapi dengan foto-foto daerah yang ia singgahi, sehingga lengkaplah karangan ini menjadi sebuah dokumen sejarah. “No document, no history,” ujar Bapak Sejarah Modern, Leopold Von Ranke. Karangan ini dapat menjadi rujukan utama serta rujukan awal bagi para peneliti untuk menggali sejarah Natuna dan Anambas lebih dalam dari berbagai sisi.

“Dan 23 Ramadan bersamaan 6 Maret hari Sabtu jam pukul lima petang sampai di labuhan Tanjungpinang dan begitu juga controleur naik di Tanjungpinang dan hamba terus ke Penyengat menghadap Seri Paduka Yang Dipertuan mempersembahkan segala hal-hal yang berlaku di Pulau Serasan……., dan hamba persembahkan ini hanyalah dengan ringkas sahaja karena maklumlah hari hampir malam dan demikian juga dipersembahkan sedikit-sedikit perjalanan yang di pulau lain adanya.” Tutup Raja Ali Kelana dalam karangannya. (*)

Penulis: Syahrul Rahmat
Dosen Sejarah STAIN Sultan Abdurrahman Kepri