Suhartoyo Terpilih Ketua MK Gantikan Paman Gibran

Suhartoyo (kanan) terpilih sebagai Ketua MK baru, bersama wakilnya Saldi Isra. (Foto:Dok/MK)

JAKARTA – Suhartoyo terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Anwar Usman melalui Rapat Pleno Hakim Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).

Hal ini sesuai Putusan MKMK Nomor: 2/MKMK/L/11/2023, yang menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan memberikan sanksi pencopotan jabatan dari Ketua MK.

Namun, eks Ketua MK sebelumnya Anwar Usman masih berada dalam jajaran Hakim Konstitusi. Anwar pun turut hadiri pada rapat pleno tersebut.

Sementara hakim konstitusi Saldi Isra, terpilih sebagai Wakil Ketua MK.

Plt Karo Humas Dan Protokol MK, Budi Wijayanto mengatakan, dalam rapat pleno hakim tertutup itu sembilan hakim konstitusi hadir lengkap.

“Hakim yang hadir lengkap,” kata Budi dikutip dari tvonenews.

Baca juga: MK Gelar Pemilihan Ketua Baru Pengganti Anwar Usman

Sesuai Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK, RPH digelar tertutup untuk umum dan minimal dihadiri oleh tujuh orang hakim konstitusi.

Sebelumnya diberitakan, MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, yakni melanggar Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan dalam Sapta Karsa Hutama.

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, Selasa (7/11/2023).

Selain itu, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

Anwar juga tidak diperbolehkan terlibat, atau melibatkan diri dalam pemeriksaan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum mendatang.

Usai putusan MKMK, Mantan Ketua MK Anwar Usman buka suara mengenai putusan itu dan mengatakan, bahwa dirinya telah mengetahui ada upaya politisasi dan menjadikan dirinya sebagai objek dalam berbagai putusan MK.