BRIN Bikin Hujan Buatan untuk Cegah Karhutla di Riau

BRIN
Prajurit TNI AU memindahkan karung yang berisi garam kedalam pesawat Cassa C212 milik Skuadron IV Lanud Abdulrachman Saleh sebelum melakukan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Pangkalan Udara Sri Mulyono Herlambang (Lanud SMH) Palembang, Sumatera Selatan (10/6/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp. (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

JAKARTA – Demi mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) lakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) hujan buatan.

BRIN akan melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau hujan buatan di Riau untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Rencana dimulai tanggal 11 April 2022, tapi masih menunggu kesiapan dukungan pesawat Tentara Nasional Indonesia (TNI) angkatan udara,” kata Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) BRIN, Budi Harsoyo saat dihubungi di Jakarta, Rabu (6/4).

Budi menuturkan, operasi TMC di Riau bertujuan untuk mengantisipasi bencana karhutla, dengan cara membasahi lahan gambut agar tidak mudah terbakar dan menekan potensi risiko bencana karhutla.

Operasi TMC ditargetkan dapat menjaga tinggi muka air tanah gambut, agar tetap berada di batas atas ambang batas (treshold) kekeringan.

Baca juga: BRIN: Indonesia Sudah Mampu Produksi Secara Mandiri Bahan Bakar Nuklir

Direncanakan berlangsung selama 15 hari, dengan dukungan anggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Untuk sementara ini, BRIN menyiapkan 20 ton bahan semai NaCl powder untuk rencana pelaksanaan 15 hari operasi TMC di Riau.

“Anggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kehutanan didukung oleh PT RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper),” tuturnya.

Pelaksanaan operasi TMC di Riau terselenggara atas kerja sama BRIN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Kegiatan itu juga melibatkan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, dan PT RAPP.

Sebelumnya, berdasarkan analisis BMKG, pemantauan dinamika atmosfer pada saat iklim wilayah Indonesia dipengaruhi La Nina lemah-Netral.

Baca juga: Kemhan dan BRIN Lakukan Riset dan Inovasi untuk Pertahanan Negara

Kondisi itu menyebabkan musim kemarau tetapi agak basah daripada normalnya.

Koordinator Data dan Informasi BMKG Wilayah Riau Marzuki, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (17/3) mengatakan kewaspadaan tinggi karhutla, karena masuk awal musim kemarau periode II.

Diprakirakan pada Mei hingga September, dengan puncak kemarau diprakirakan pada Juni hingga Juli.

Namun demikian kesiapsiagaan berbagai pihak perlu dilakukan sejak Mei hingga September.

Pada periode tersebut, wilayah Riau berada pada musim kemarau.

“Namun pada Mei ini merupakan masa peralihan di sebagian wilayah masih berpotensi hujan, atau peralihan dari musim hujan ke kemarau,” ujarnya.