Cuek Berujung Hak Angket

Wali kota Tanjungpinang Tidak Hadir, DPRD Ajukan Hak Angket
Rapat Paripurna DPRD Kota Tanjungpinang tentang Hak Interpelasi. (Foto: Ardiansyah)

Tanjungpinang – Polemik kesenjangan tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara (TPP ASN) di lingkungan Pemerintahan Kota (Pemko) Tanjungpinang berujung hak angket. Munculnya hak angket ini jadi perbincangan publik di Kota Gurindam.

Hak angket DPRD Tanjungpinang untuk Wali Kota Rahma muncul karena tak hadir dalam rapat paripurna DPRD dengan agenda penyampaian jawaban wali kota terhadap pandangan Fraksi-Fraksi DPRD terhadap pidato jawaban Wali Kota Tanjungpinang tentang Hak Interpelasi DPRD Kota Tanjungpinang atas Perwako nomor 56 tahun 2019, Jumat (29/10).

Setelah lebih dari sepekan berlalu, Wali Kota Tanjungpinang Rahma hingga kini belum mengeluarkan suara terkait persoalan hak angket itu.

Padahal, media ini sudah berupaya untuk mengkonfirmasi langsung kepada Rahma meminta tanggapannya terkait hak angket tersebut. Namun, hingga kini belum ada keterangan resmi darinya.

Hak Angket DPRD Tanjungpinang

Wakil Ketua I DPRD Kota Tanjungpinang Novaliandri Fathir mengatakan, enam dari tujuh fraksi telah menyetujui penggunaan hak angket dalam menangani kasus itu. Fraksi yang belum mendukung penggunaan hak angket itu yakni NasDem, karena para anggota legislatif dari fraksi melakukan bimbingan teknis ke luar daerah.

“Penggunaan hak interpelasi itu hingga hak angket, dan bahkan hak penyampaian pendapat itu sesuai dengan konstitusi dan Pasal 79 UU Nomor 17/2014. Hak itu bukan tiba-tiba dipergunakan, melainkan ada jalan ceritanya,” katanya, Minggu (31/10).

Fathir menyebutkan, pengajuan hak interpelasi pada pertengahan tahun 2020 berawal dari laporan Kadis Perhubungan dan Sekretaris DPRD terkait kesenjangan nilai TPP yang diterima ASN. Berdasarkan laporan itu, TPP yang diberikan kepada pejabat eselon III atau setingkat kepala bidang ternyata lebih besar dibanding eselon II atau kepala dinas.

Pemberian TPP itu sesuai dengan Peraturan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 56/2019, yang direalisasikan pada Agustus 2020, dan sudah direvisi setelah muncul protes. Namun yang menarik dari peraturan itu, Wali Kota Tanjungpinang mendapatkan TPP itu, padahal kepala daerah itu bukanlah ASN, melainkan pembina ASN sehingga tidak berhak memperolehnya.

Tahun 2020, Rahma saat masih menjabat sebagai Plt Wali Kota Tanjungpinang menerima pendapatan dari TPP, dan kemudian dilanjutkan pada tahun 2021 atau setelah menjabat sebagai wali kota definitif. TPP yang diterima Rahma dari tahun 2020-2021 mencapai Rp3,9 miliar.

Dari kondisi itu tergambar bahwa tidak terjadi perbaikan kebijakan, meskipun DPRD Tanjungpinang pada tahun 2020 sudah mengajukan hak interpelasi setelah melakukan beberapa kali rapat dengar pendapat.

“Revisi perwako tidak mengubah atau menghentikan penghasilan wali kota dari TPP tersebut, melainkan terus berlanjut hingga akhirnya kami lanjutkan rapat paripurna mendengar jawaban wali kota terkait hak interpelasi di DPRD Tanjungpinang dua hari lalu,” ujarnya lagi.

Wali Kota Tanjungpinang Rahma tidak menghadiri undangan rapat paripurna itu. Namun ia melayangkan surat jawaban. Namun, nomor surat tersebut ditulis dengan tangan yakni 910/1350/4.4.01/2021 tentang Tindak Lanjut Undangan DPRD Tanjungpinang. Tanggal pada surat itu juga ditulis dengan tangan yakni 29 Oktober 2021.

Dalam surat itu, Rahma menegaskan empat poin yakni sesuai dengan register penomoran Peraturan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 56/2021 belum pernah diterbitkan tentang pengaturan apa pun oleh Wali Kota Tanjungpinang.

Kedua, hak interpelasi berdasarkan Perwako Nomor 56/2019 sudah dilaksanakan pada 13 Mei 2020. Ketiga, Plt Wali Kota Tanjungpinang sudah menyampaikan jawaban atas kesenjangan TPP pada 20 Mei 2020.

Keempat, pandangan fraksi-fraksi terhadap jawaban itu belum pernah disampaikan kepada wali kota sampai sekarang. Dengan demikian tidak perlu lagi dilakukan hak interpelasi terhadap wali kota terkait Perwako Nomor 56/2021.

Rahma yang dikonfirmasi terkait persoalan itu, belum menjawabnya. Pesan singkat tentang permasalahan itu yang disampaikan melalui WA, belum ditanggapi. Beberapa kali sejumlah wartawan mempertanyakan hal itu kepada dirinya, Rahma tetap belum menanggapinya.

Terkait hal itu, Fathir menyayangkannya. Seharusnya, Rahma mengklarifikasi permasalahan itu kepada DPRD Tanjungpinang, jangan terkesan bersembunyi.

“Coba lihat surat itu, banyak yang keliru, contohnya Perwako Nomor 56/2019, ditulis berulang kali menjadi Perwako Nomor 56/2021. Kami sama sekali tidak tahu kalau ada Perwako Nomor 56/2021,” katanya lagi.

Baca Juga: DPRD Tanjungpinang Gunakan Hak Angket Terkait TPP, Wali Kota juga Terima

Fathir menegaskan bahwa DPRD Tanjungpinang sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait membahas soal kasus TPP tersebut. DPRD Tanjungpinang meminta pendapat hukum dan lainnya sebelum mengajukan hak angket.

“Kami tegaskan bahwa pemerintahan tetap harus berjalan normal. Prinsip penggunaan hak legislatif, bahkan memungkinkan hingga ke pemakzulan wali kota, untuk kepentingan publik,” katanya.

Sementara itu, anggota DPRD Tanjungpinang Dicky Novalino menyampaikan, pembetukan pansus hak angket karena dewan menilai hak interplasi tidak ditanggapi dengan baik oleh Pemko Tanjungpinang.

“Naiknya hak angket dari hak interplasi bukan ujuk-ujuk muncul, kami minta wali kota hadir menyampaikan jawabannya, wali kota sudah dihubungi melalui sekretaris dewan, tapi tidak hadir,” ujar Dicky via zoom kepada Ulasan Network, Sabtu (30/10).

Pandangan Akademisi

Akademisi Ilmu Hukum dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Pery Rehendra menilai, kisruh yang terjadi saat ini merupakan hal yang biasa namun harus segera diselesaikan sesuai regulasi yang berlaku.

Menurutnya, DPRD Kota Tanjungpinang memang memiliki hak-hak tertentu yakni interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.

“Kalau DPRD menggunakan hak bertanya (interpelasi) ya tinggal dijawab,” ujarnya, Senin (1/11).

Ia menjelaskan, hal yang dilakukan DPRD merupakan hal yang wajar dan termasuk dalam tugasnya yakni check and balance. DPRD dan Eksekutif berperan untuk saling mengawasi dan mengimbangi jalannya pemerintahan di Kota Tanjungpinang.

Oleh sebab itu, Wali Kota sebaiknya hadir dan memberikan keterangan agar permasalah yang terjadi dapat menemui titik terang. Apabila tidak segera diselesaikan, maka menghambat kerja lembaga eksekutif itu sendiri.

Namun, berdasarkan pantauan Ulasan, pada rapat yang digelar Jumat (30/10) lalu, Rahma tidak menghadiri undangan DPRD Kota Tanjungpinang. Peri pun menyayangkan sikap Wali Kota Tanjungpinang tersebut.

Ketidakhadiran itu pun kemungkinan akan memperkeruh keadaan dan menunjukkan ketidakharmonisan antara lembaga eksekutif dan legislatif di Kota Tanjungpinang. Dikatakannya, seharusnya hal itu tidak terjadi.

Baca Juga: DPRD Tanjungpinang Bentuk Pansus Hak Angket Untuk Wali Kota Rahma

Ia menjelaskan, Rahma telah melanggar Pasal 72 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

“Di PP (Nomor 12 tahun 2018), kepala daerah harus hadir memberikan kejelasan. Apa cukup dijawab dengan surat saja,” tuturnya lagi.

Dalam PP tersebut, Pery menuturkan, apabila Wali Kota tidak dapat hadir, maka Wali Kota dapat mengirimkan perwakilannya yang sekiranya berkompeten untuk menjawab pertanyaan DPRD.

Lanjutnya, apabila DPRD masih menilai terdapat kejanggalan dalam Perwako yang saat ini menjadi pembahasan, maka DPRD pun berhak melanjutkan ke tahap angket.

Nantinya, DPRD akan membentuk tim atau Panitia Khusus (Pansus) untuk melakukan penyelidikan terkait Perwako yang menjadi permasalahan.

Hal senada juga disampaikan oleh akademisi lainnya, Suryadi. Ia menyarankan agar DPRD Kota Tanjungpinang tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan dan dapat bertindak dengan tenang.

Sementara itu, hak angket merupakan langkah DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

“Kalau sudah sepakat interpelasi, maka selanjutnya DPRD dapat mengajukan hak angket,” ujarnya.

Bila usul hak angket disetujui, DPRD wajib membentuk panitia angket yang terdiri dari semua unsur fraksi yang ditetapkan dengan keputusan DPRD. Setelah itu, DPRD menyampaikan keputusan penggunaan hak angket secara tertulis kepada Kepala Daerah.

Apabila hasil penyelidikan hak angket tersebut ditemukan indikasi tindak pidana, maka DPRD bisa menyerahkan penyelesaian proses tersebut kepada aparat penegak hukum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *