HNSI Natuna Minta Kebijakan Penggunaan Alat Tangkap Jaring Berkantong Ditinjau Ulang

Nelayan Natuna
Anak Buah Kapal (ABK) KM Sinar Samudra saat menunjukan alat tangkap yang mereka gunakan saat menangkap ikan di Laut Subi pada 18 Februari 2022 lalu, di Kecamatan Pulau Tiga, Kebupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri). (Foto:Muhamad Nurman/Ulasan.co)

Natuna – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) meminta pemerintah meninjau ulang terkait kebijakan penggunaan alat tangkap jaring berkantong.

Nelayan Natuna menilai, alat tangkap jaring berkantong dapat merusak sumber daya kelautandi perairan Natuna.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah telah melarang penggunaan alat tangkap cantrang sebagai alat penangkap ikan (API).

Dalam aturan baru, cantrang diganti dengan jaring tarik berkantong.

Hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP-NRI, dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.

Namun, anggota Komisi II DPRD Natuna, Andes Putra mengatakan, penggunaan alat tangkap jaring berkantong tersebut sangat membahayakan kelangsungan hidup nelayan serta sumberdaya laut di Natuna.

Menurutnya, perbedaan definisi dalam kebijakan terbaru antara cantrang dengan jaring tarik berkantong hanya terletak dari bentuk jaringnya saja.

Baca juga: Satpolair Polres Natuna Tangkap Kapal Motor Sinar Samudra di Perairan Subi

Namun untuk cara kerja, dan dampak yang akan ditimbulkan masih sama.

Hal tersebut disampaikannya, saat melakukan peninjauan kapal KM Sinar Samudra milik nelayan Jawa yang ditangkap Polair Polres Natuna pada Jumat 18 Februari 2022 karena menyalihan izin wilayan tangkap.

Peninjauan tersebut dilakukan bersama Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda, Polair Natuna, Syahbandar Prikanan Selat Lampa, Plt Ketua HNSI, Ketua Nelayan Lubuk Lumbang dan beberapa nelayan tradisional Natuna.

“Karang bisa rusak, dan rumpon nelayan juga hilang terseret oleh alat tangkap tersebut,” ucap Andes di Selat Lampa, Kecamatan Pulau Tiga, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), Selasa (22/02).

Ia meminta pemerintah untuk segera mengkaji ulang kebijakan tersebut, mengingat masyoritas masyarakat Natuna mengantungkan hidupnya dilaut.

Selain itu ia juga meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan dilaut Natuna, sebab menurut informasi yang ia dapatkan, banyak kapal-kapal dari luar Natuna yang berukuran besar melakukan penangkapan dijalur tangkap nelayan tradisonal, yaitu dijalur 1 dan 2 atau sekitar 30 mil kebawah, dimana dari izin yang mereka dapatkan hanya diperbolehkan untuk melakukan penagkapan di wilayah 30 mil keatas.

“Kita minta pengawasannya lebih ketat lagi,” ucapnya.

Senada dengan Andes, Plt Ketua HNSI, Henri mengatakan, cantrang dan jaring tarik berkantong seolah hanya mengubah nama saja.

Padahal menurut Henri, esensinya tetap sama.

Ia mengaku, dengan adanya alat tangkap tersebut hasil tangkapan nelayan Natuna menjadi berkurang.

“Hasil tangkap nelayan Natuna benar-benar menurun drastis,” kata Henri.

Ia menegaskan, para nelayan tidak pernah melarang nelayan luar untuk mencari nafkah atau menangkap ikan di laut Natuna, hanya saja, alat tangkap yang digunakan haruslah ramah lingkungan, seperti yang digunakan nelayan tempatan, atau dijalur yang sudah ditentukan.

“Jika tidak merusak kami persilahkan,” tegasnya.

Baca juga: Natuna Masuk Daftar Tuan Rumah Indonesia Triathlon Series 2022

Untuk itu ia meminta pemerintah untuk lebih tegas dalam menyikapi hal ini, terlebih lagi dalam memberikan izin layar nelayan luar ke Natuna, dengan kata lain setiap izin yang diberikan harus diawasi dengan baik, sebab, dari temuan mereka kapal asal Jawa yang ditangkap beberapa waktu lalu telah membawa alat tangkap cantrang saat melakukan penangkapan ikan.

“Kenapa mereka bisa membawa alat tangkap cantrang,” ucapnya.

Ia menilai alasan kapten kapal yang mengatakan bahwa alat tangkap cantrang yang dibawa tersebut tidak digunakan untuk menangkap ikan.

“Bisa saja itu akal-akalan mereka kalau tidak ada yang lihat bisa saja mereka gunakan,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda mengatakan, Pemerintah Kabupaten akan menyurati Menteri KKP dan Dirjen Tangkap untuk melakukan peninjauan ulang serta memperketat dan memperkuat pengawasan penangkapan ikan dibawah 30 mil kebawah.

“Kami akan membuat surat protes kepada Menteri Perikanan dan Dirjen Tangkap, untuk meninjau kembali tentang kebijakan alat tangkap ini,” kata Rodhial Huda.

Ia menjelaskan, meski Pemkab Natuna tidak memiliki wewenang terhadap laut.

Namun pihaknya akan terus menyuarakan keresahan masyarakat, mengingat laut merupakan sumber kesejahteraan masyarakat Natuna.

“Walaupun kami tidak memiliki kewenangan di laut. Namun, masyarakat kami yang memanfaatkan laut untuk kesejahteraan mereka,” pungkasnya.