Hukum  

Jangan Sampai Kena Tipu, Kenali Lima Modus Penipuan Online

Ilustrasi: Warga membeli barang secara online melalui gadget miliknya di Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/11/2020). Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) di sejumlah marketplace mulai 1 Desember 2020, dengan demikian seluruh konsumen yang melakukan aktivitas pembeliaan barang atau jasa secara online akan dikenai pajak 10 persen dari harga beli. (Foto: Antara)

Modus ketiga bernama sniffing pelaku meretas untuk mengumpulkan informasi yang ada di perangkat korban dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting.

Menurut Semuel, sniffing bisa terjadi ketika menggunakan Wi-Fi publik, apalagi jika digunakan untuk bertransaksi.

Modus keempat dikenal dengan nama money mule, pelaku meminta korban menerima sejumlah uang di rekeningnya, lalu, dikirim ke orang lai. Di luar negeri, pelaku akan melakukan kliring cek, yang jika diperiksa adalah palsu.

“Begitu kita masukkan, kan kalau di sana prosesnya masuk itu muncul dulu di rekening kita. kalau ternyata tidak clearing, dipotong. Lalu, jika sudah digunakan harus dikembalikan,” kata Semuel.

Praktik yang digunakan di Indonesia, pelaku akan meminta korban untuk membayarkan pajak sebelum hadiah dikirim.

“Jadi, sekarang itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang. Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini,” kata Semuel memberikan contoh.

Modus terakhir, social engineering atau rekayasa sosial. Pelaku memanipulasi psikologis korban untuk mendapatkan informasi yang penting, misalnya meminta one-time password atau OTP.

“Dengan kata lain, masyarakat seringkali tidak sadar membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga,” kata Semuel.

Untuk mencegah penipuan di dunia maya, Semuel melihat perlu ada peningkatan budaya melindungi data pribadi baik secara individu maupun di tingkat organisasi.

“Untuk organisasi perlu membuat standart operational procedure yang ketat. Meski kadang merepotkan hal itu perlu dilakukan. Selain menyiapkan teknologi dan pengamanan data, juga perlu memperkuat sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi agar bisa menerapkan budaya data privacy,” kata Semuel.

Orang yang sering menggunakan ruang digital juga perlu memahami dan menerapkan budaya privasi data, seperti membuat kata sandi yang sulit ditebak, rutin mengganti kata sandi dan memperbarui perangkat lunak. (*)

Pewarta: Antara
Redaktur: Muhammad Bunga Ashab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *