Kejati Jawa Barat Naikkan Status Dugaan Korupsi Delivery Order Gula di Cirebon ke Penyidikan

Kejati Jawa Barat Naikkan Status Dugaan Korupsi Delivery Order Gula di Cirebon ke Penyidikan
Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Barat Riyono saat ekspose perkara (Foto: Penkum Kejati Jawa Barat)

Bandung – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat meningkatkan status penyelidikan ke tingkat penyidikan terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengeluaran Delivery Order (DO) gula antara PT PG Rajawali II dengan PT Mentari Agung Jaya Usaha pada Tahun 2020, Kamis (21/10).

Dalam perkara ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan Negara sebesar kurang lebih Rp 50 miliar.

Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Barat Riyono melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum Dodi Gazali Emil menjelaskan, penyidikan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print1084/M.2.1/Fd.1/10/2021 tanggal 21 Oktober 2021.

“Modus Operandi bahwa sekitar bulan November sampai dengan Desember 2020, telah terjadi penyimpangan dalam Pengeluaran Delivery Order Gula di PT PG Rajawali II. PT PG Rajawali II merupakan anak perusahaan (AP) dari PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang bergerak di bidang agroindustri khususnya industri gula yang berlokasi di Cirebon,” kata Dodi dalam keterangan tertulisnya diterima, Jumat (22/10).

Baca Juga: Kajati Jawa Barat Orasi Ilmiah saat Dies Natalis ke-67 Kampus UPI

Ia menuturkan, dalam pengeluaran Delivery Order Gula tersebut dilakukan tanpa memperhatikan prinsip good corporate governance (Keputusan Direksi PT. PG Rajawali II tentang mekanisme penjualan gula dan beberapa ketentuan SOP lainnya) antara PT PG Rajawali II dengan PT Mentari Agung Jaya Usaha dengan cara PT Mentari Agung Jaya Usaha yang mengetahui dana tidak tersedia.

“Kemudian mengeluarkan tiga lembar cek kosong sebagai penyetoran pembayaran gula dan tanpa dilakukan pengecekan terlebih dahulu oleh PT PG. Rajawali II.”

“Kemudian PT PG. Rajawali II menerbitkan Delivery Order gula yang berakibat keluarnya gula sebanyak 5.000 ton, sehingga diperkirakan Negara dirugikan kurang lebih sebesar Rp 50 miliar,” jelas Dodi.

Sebelumnya, alam proses penyelidikan, kata Dodi, tim penyelidik telah melakukan permintaan keterangan kepada 20 orang dari pihak-pihak terkait dan ahli. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *