Paradigma Hukum Progresif Bagi Hakim Indonesia

hukum
Ilustrasi hukum. (Foto: Muhammad Bunga Ashab)

Hai sahabat Ulasan. Pernah dengar paradigma hukum progresif? Atau hanya sekadar pernah dengar saja dan tidak begitu paham apa maksudnya.

Bagi akademisi atau praktisi hukum, serta penegak hukum mungkin tidak asing lagi dengan pradigma hukum progresif tersebut.

Nah, untuk mengetahui lebih dalam tentang paradigma hukum progresif, kali ini Ulasan.co, mengulasnya.

Menurut Muliyawan, S.H., M.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Palopo, dikutip dari situs resmi Pengadilan Negeri Palopo, dalam perkembangan hukum selanjutnya muncullah paradigma sebagian masyarakat yang melek (paham) hukum yang menginginkan adanya perubahan pola pikir para akademisi hukum, terutama pola pikir penegak hukum agar dalam menegakkan hukum jangan hanya selalu mengacu kepada bunyi dan teks undang-undang, tetapi diharapkan adanya terobosan cara berpikir yang lain karena hukum bekerja berdasarkan panduan sebuah peta yang disodorkan kepadanya.

Peta tersebut menentukan bagaimana suatu sistem hukum mempersepsikan fungsinya dan bagaimana selanjutnya hukum akan menjalankan pekerjaannya. Perubahan dalam peta panduan tersebut menimbulkan perubahan pula dalam fungsi dan bekerjanya hukum.

Harapan sebagian masyarakat tersebut yang meinginkan cara berpikir penegak hukum yang tadinya formalistik dan legalistik nampaknya sudah didengar oleh para penegak hukum terutama sang Hakim yang sudah dituangkan dalam bebebrapa putusan yang berani menorobos ketentuan perundang-undangan yang selama ini dinilai tidak adil terutama kepada yustisiaben (pencari keadilan) dari kaum proletariat (rakyat jelata) yang selama ini mendambakan bekerjanya hukum dengan memberikan keadilan kepada semua orang tanpa terkecuali, putusan-putusan hakim inilah yang sekarang populer dengan istilah hukum progresif.

Sehingga berdasarkan hal tersebut di atas terjadilah perubahan paradigma hukum yang selama ini dianut oleh penegak hukum terutama kepada sang pengadil yang bernama Hakim yang tadinya berpikiran legal positivistik berubah menjadi berparadigma hukum progresif dan hal inilah yang banyak didambakan yustisiaben (pencari keadilan) yang selama ini banyak merintih dan menjerit melihat teks perundang-undangan yang dianggap lebih banyak ketidakadilannya terhadap mereka.

Pengertian Paradigma

Berbicara istilah paradigma yang berasal dari bahasa Latin yaitu paradeigma yang berarti pola. Konsep paradigma untuk pertama kalinya diintroduksi kembali oleh Thomas S. Kuhn pada tahun 1940-an dalm konteks filsafat sains. Oleh Kuhn istilah ini dipergunakan untuk menunjuk dua pengertian utama, pertama sebagai totalitas konstelasi pemikiran, keyakinan , nilai, persepsi, dan teknik yang dianut oleh akademisi mapun praktisi disiplin ilmu tertentu yang mempengaruhi cara pandang realitas mereka. Kedua sebagai upaya manusia untuk memecahkan rahasia ilmu pengetahuan yang mampu menjungkirbalikkan semua asumsi maupun aturan yang ada.

Menurut Robert Friendrichs bahwa: Paradigma adalah pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tetntang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) yang semestinya dipelajarinya (a fundamental image a dicipline has of its subject matter).

Dengan maksud lebih memperjelas lagi, George Ritzer mencoba mentesiskan pengertian yang dikemukakan oleh Kuhn, Mastermann, dan Friedrich, dengan mengartikan paradigma sebagai: Pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan (Lili Rasjidi dan I.B.Wyasa Putra, 2003 : 105)

Bertolak dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas, pengertian paradigma oleh mereka tampaknya diberatkan pada beberapa unsur yaitu: sebagai pandangan mendasar sekelompok ilmuwan, tentang; objek ilmu pengetahuan yang seharusnya dipelajari oleh suatu disiplin tentang: metode kerja ilmiah yang digunakan untuk mempelajari objek itu;

Pengembangan ini tampaknya akan membawa persolalan tersendiri bagi pengertian paradigma. Usaha-usaha pemberian pengertian dengan dasar kepentingan individual dari masing-masing disiplin dapat mengakibatkan timbulnya suatu dampak yang bersifat ganda, yaitu pertama menjadi jelasnya makna paradigma bagi kepentingan masing-masing disiplin yang menjelaskannya. Kedua, mengaburnya makna esensial paradigma, dari hakikat dasar pengertiannya sebagaimana pada mulanya diintroduksi oleh Kuhn.

Paradigma Hukum

Bertolak dari gagasan Kuhn tentang perkembangan sains, maka sangatkan menarik mengamati pertumbuhan ilmu hukum. Sejumlah gagasan tentang hukum telah eksis dalam suatu rangkaian pertumbuhan sains yang menyerupai gagasan Kuhn. Bermula dari gagasan tentang hukum alam yang mendapatkan tantangan dari bagian alirannya yang lebih muda (hukum alam rasional), ilmu hukum kemudian telah berkembang dalam suatu bentuk revolusi sains yang khas. Salah satu bentuk khas dari revolusi sains dalam bidang ilmu ini adalah bahwa kehadiran suatu paradigma baru dihadapan paradigma lama tidak selalu menjadi sebab tergeser atau jatuhnya paradigma itu.

Demikian juga kehadiran paradigma baru didalam masyarakat ilmuwan tidak selalu mengubah gagasan hukum yang telah ada sebelumnya. Sering terdapat perbedaan, bahkan saat krisis berlangsung terhadap eksistensi suatu paradigma, paradigma itu justru mendapatkan penguatan-penguatan baru terhadap keberadaannya.

Dimensi khas dari revolusi sains dalam bidang ilmu ini tampaknya merupakan salah satu aspek keragaman karakter objek dari suatu bidang sains, seperti ketika untuk pertama kalinya Kuhn harus tercengang mendapatkan besarnya perbedaan gagasan tentang epistimologi ilmu-ilmu sosial dan sejarah. Dalam bidang ilmu hukum, revolusi itu telah lebih banyak menyentuh bidang ontologi dan epistimologi llmu hukum tanpa harus mengecilkan arti dimensi aksiologis dari bidang ilmu ini.

Sebab pertentangan besar antara aliran hukum alam dengan aliran hukum positif adalah persoalan esensi hukum, sumber, bentuk dan cara berfungsinya. Tersentuh pula dimensi aksiologinya dengan ditolaknya unsur pendekatan sejarah terhadap hukum oleh aliran hukum positif. Hal serupa juga terulang terhadap paradigma hukum positif ketika aliran hukum pragmatis mengajukan gagasan-gagaan tentang hukum. Hukum positif betul-betul mengalami guncangan ekssistensial yang hebat kemudian mengakibatkan melunturnya kepercayaan orang terhadap masalah kepastian hukum dan keadilan yang selama hampir satu setengah abad dimitoskan oleh aliran hukum positif.

Paradigma hukum progresif

Berbicara hukum progresif kemungkinan masih terlalu asing di telinga publik yang masih awam hukum dan mungkin termasuk juga yang sudah pernah belajar ilmu hukum kemungkinan besar istilah hukum progresif masih belum terlalu familiar dan belum banyak dikaji karena masalah hukum progresif adalah hal yang baru dalam khazanah keilmuan hukum di Indonesia termasuk di fakultas-fakultas hukum belum ada mata kuliah tentang hukum progresif. Namun diera tahun 2002 Prof. Dr. Satjipto Rahardjo sudah mengkomunikasikan gagasan tentang Hukum Progresif kepada publik. Gagasan tersebut muncul dari keprihatinan terhadap keterpurukan hukum dan ketidakpuasan publik yang makin meluas terhadap kinerja hukum dan pengadilan. Gagasan tersebut secara intensif dibicarakan di Program Doktor Ilmu Hukum, bahkan mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum sudah berhasil menerbitkan majalah yang juga berjudul “Jurnal Hukum Progresif”. Sebuah artikel panjang mengenai Hukum Progresif dimuat pada nomor pertama Jurnal tersebut.

Baca juga: Ini Pandangan Para Ahli Tentang Sosiologi Hukum

Baca juga: Yuk! Kenali Restitusi Dalam Hukum

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News