Polda Sumsel Kembali Ringkus Oknum Guru Pedofil Santri

Polda Sumsel Kembali Ringkus Oknum Guru Pedofil Santri
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel AKBP Tulus Sinaga saat mengungkap kasus tersangka IM (20), di Mapolda Sumsel, Palembang, Kamis (30/9/2021). ANTARA/HO

Sumsel – Polda Sumatera Selatan (Sumsel) kembali meringkus seorang oknum guru berinisila IM (20), tersangka kasus pedofil terhadap santri pada salah satu pondok pesantren di Kabupaten Ogan Ilir.

“Sebelumnya, polisi telah menangkap tersangka J (22) dalam kasus dan tempat kejadian yang sama, yakni Pondok Pesantren AT di Kabupaten Ogan Ilir,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumsel AKBP Tulus Sinaga, di Palembang, Kamis (30/09).

Menurutnya, penangkapan tersangka dilakukan Subdit IV Renakta Polda Sumsel setelah memeriksa tersangka sebelumnya J (22) dan para korban sebelumnya.

“Dari keterangan itu diketahui tersangka IM sejak September tercatat sudah ada 13 santri menjadi korbannya, tiga di antaranya usia TK dan SMP,” ujarnya.

Modus tersangka IM sama dengan yang dilakukan tersangka J, mereka merayu korban dan mengancam korban apabila berani mengadukan perbuatannya tersebut.

BACA JUGA: Pakar: Pelecehan oleh Pedofilia Dapat Terjadi Berulang-ulang

Akibat dari kekerasan seksual tersebut para korban cenderung menutup diri, dan tidak mengatakan sedikit pun terkait perlakuan tersangka atas diri mereka kepada penyidik.

Namun setelah proses pendekatan dan dibantu juga oleh pihak keluarga korban, akhirnya korban mengadukan perbuatan tersangka kepada penyidik.

“Kepala petugas, korban mengaku dipaksa melakukan oral alat kelamin tersangka lalu disodomi,” ujarnya pula.

Atas perbuatan pedofil (orang yang alami gangguan seksual berupa nafsu seksual terhadap remaja atau anak-anak di bawah usia 14 tahun) itu, tersangka dikenakan Pasal 82 ayat 1, 2 dan 4 jo Pasal 76 UU RI No. 17 Tahun 2016, Perppu No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun.

“Sementara korban sudah mendapati pendampingan, kami melibatkan psikolog dan psikiater untuk memulihkan trauma korban,” katanya pula. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *