Rupiah Berpeluang Menguat, Namun Terbebani Geopolitik Perang Israel-Hamas

Ilustrasi utang luar negeri Indonesia. (Foto:Dok/Istimewa)

JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpeluang kembali menguat hari ini, Jumat (3/11/2023).

Penguatan Rupiah terhadap dolar AS, menyusul kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, atau The Fed yang menahan laju kenaikan tingkat suku bunga acuan.

The Fed mempertahankan suku bunga acuan stabil dalam 22 tahun, pada kisaran 5,25 persen hingga 5,5 persen pada pertemuan kedua pada 31 Oktober-1 November 2023.

Ketua The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers mengatakan, biaya pinjaman pasar harus lebih tinggi secara berkelanjutan, sehingga mempengaruhi pilihan kebijakan moneter bank sentral di masa depan.

“Dalam konferensi pers, Powell mencatat bahwa risiko menjadi semakin seimbang; itu menunjukkan sedikit dovish,” kata Amo Sahota, direktur Klarity FX di San Francisco, melansir dari marketbisnis.

Seiring kebijakan The Fed tersebut, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat 80,50 poin atau 0,51 persen menuju level Rp15.855 per dolar AS pada Kamis (26/10/2023).

Baca juga: Listrik RS Indonesia di Gaza Bakal Padam, Menlu Retno Upayakan Kirim Bahan Bakar

Adapun indeks dolar AS melemah 0,47 persen ke 106,38. Mata uang lain di kawasan Asia juga mayoritas menguat.

Won Korea, semisal menguat 1,06 persen, Yen Jepang naik 0,31 persen, dan baht Thailand menguat 0,40 persen. Selain itu, dolar Singapura tumbuh 0,09 persen, ringgit Malaysia menguat 0,38 persen, dan peso Filipina naik 0,36 persen.

Kemudian seorang analis pasar mata uang Lukman Leong mengatakan, sikap Ketua The Fed Jerome Powell yang cenderung dovish, dan akan mampu mendukung kenaikan nilai tukar rupiah untuk jangka pendek.

Meskipun investor perlu menyadari, bahwa The Fed sama sekali tidak mengesampingkan kemungkinan untuk menaikkan suku bunga di masa depan.

Menurutnya, dalam jangka menengah atau mulai awal tahun depan, Rupiah berpeluang kembali menguat seiring dengan perbaikan ekonomi global.

“Untuk jangka menengah dan panjang, mulai awal 2024, rupiah berpotensi kembali menguat oleh harapan pemulihan ekonomi global karena bank sentral dunia sudah mulai memasuki fase untuk menurunkan suku bunga,” ujar Lukman Leong, Kamis (2/11/2023).

Lukman menambahkan, hal tersebut akan memberikan kesempatan bagi Bank Indonesia untuk melakukan yang sama.

Baca juga: Indonesia Kirim Dua Pesawat Hercules untuk Bantuan Kemanusian ke Palestina

Dengan ekonomi yang pulih, harga komoditas diharapkan naik. Sehingga berdampak mengerek pendapatan ekspor, dan cadangan devisa yang pada akhirnya memperkuat rupiah.

“Namun untuk jangka pendek, faktor ketidakpastian geopolitik perang Israel-Palestina, Rusia-Hamas dan harga minyak mentah dunia yang tinggi akan terus membebani Rupiah,” ungkap Lukman Leong.

Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, bahwa Ketua The Fed Jerome Powell memberikan nada yang tidak terlalu hawkish dibandingkan dengan ekspektasi pasar.

Hal tersebut dengan pengakuan bahwa kondisi moneter telah mengalami pengetatan secara substansial selama beberapa bulan terakhir.

“Pasar menganggap hal tersebut sebagai lampu hijau untuk tetap berpegang pada peluang di bawah 20 persen bahwa suku bunga akan naik pada bulan Desember,” ujar Ibrahim.

Ibrahim memperkirakan nilai tukar rupiah pada perdagangan, Jumat (3/11/2023) akan bergerak fluktuatif, tetapi ditutup melemah di rentang Rp15.800 hingga Rp15.890 per dolar AS.