Udin P Sihaloho: DPRD Batam Seperti “Lembaga Stempel”

Udin P Sihaloho: DPRD Batam Seperti "Lembaga Stempel"
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) Batam, Kepulauan Riau, Udin P Sihaloho (Foto: Muhamad Islahuddin)

BATAM – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) Batam, Kepulauan Riau, Udin P Sihaloho menilai tempat kerjanya itu sekarang tak ubahnya seperti “lembaga stempel.”

Hal ini menyusul di keluarkannya Peraturan Walikota (perwako) Batam Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

Di mana dalam perwako tersebut, adanya pembatasan pokok-pokok pikiran (Pokir) untuk setiap anggota DPRD Batam.

Menurut Udin, perwako telah mengkerdilkan fungsi DPRD itu sendiri. Dijelaskannya, sesuai dengan aturan undang-undang mengenai keuangan daerah, APBD disahkan atas kepesepakatan bersama antara DPRD dengan kepala daerah.

“Tetapi yang kami lihat saat ini tidak. Kenapa? Karena pemerintah kota itu menganggap, tanpa adanya pembahasan dengan DPRD pun, mereka bisa mengesahkan ini (perwako),” kata Udin di kantor DPRD Batam, Senin (07/03).

Udin memberi contoh, salah satunya mengenai pokir yang berasal dari aspirasi masyarakat dan reses yang dilakukan setiap anggota DPRD Batam.

Di mana pokir yang dibatasi 20 untuk setiap Anggota DPRD itu tidak bisa dilakukan pembatasan sesuai dengan aturan dalam Perwako Nomor 1 Tahun 2022 tersebut.

Tidak hanya dibatasi, nilai pokir setiap anggota DPRD Batam jauh di bawah nilai percepatan infrastruktur kelurahan (PIK).

“Kalau misalnya dibatasi mungkin sah saja. Tapi sekarang ini nilai pokirnya DPRD itu malah jauh di bawah nilai PIK di tiap-tiap kelurahan,” katanya.

Sebab, menurut Udin, 20 pokir yang disetujui pemko per anggota DPRD Batam tergantung dari nilai besaran pagu anggarannya. Misalnya, besaran pagu anggaran pokir Rp2 miliar, maka besaran setiap kegiatan sebesar Rp100 juta.

“Jadi apa gunanya, mana ada lagi pembangunan ini yang nilainya Rp100 juta. Untuk bangun satu gedung serbaguna saja bisa sampai Rp180 jutaan. Bagaimana kalau kami minta pembangunan infrastruktur jalan atau pembangunan saluran drainase,” katanya.

Baca juga: Anggota DPRD Batam Pertanyakan Sistem Pengawasan “Travel Bubble”