Dibalik Invasi Rusia terhadap Ukraina

30 Hari Operasi Militer Khusus Rusia ke Ukraina
Tank bergerak ke kota, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan operasi militer di Ukraina timur, di Mariupol, 24 Februari 2022. (ANTARA/Reuters/Carlos Barria/as)

Rusia ditenggarai berada dibalik hal ini, namun mereka menolak akan keterlibatannya.

Sepanjang 2000-an, Rusia menggunakan soft power atau hard power terhadap Ukraina, tergantung pada orientasi kebijakan luar negeri Ukraina.

Pada akhirnya, dengan digulingkannya Yanukovych yang pro-Rusia dan digantikan oleh pemerintahan yang pro-Barat membuat Rusia menggunakan kartu terakhirnya, yaitu hard power, yang menyebabkan aneksasi Krimea pada 2014.

Dan kini, pada 2022, aksi yang dilakukan Rusia atas operasi militer yang diumumkan membuktikan bahwa Ukraina merupakan tetangga yang penting dan Rusia siap melakukan apa saja untuk menghalau niat Ukraina bergabung dengan NATO.

Dua kepentingan Rusia terhadap Ukraina diantaranya adalah, Ukraina merupakan negara yang memiliki populasi terbesar di wilayah bekas Uni Soviet (populasi besar berarti pasar besar), yang memiliki total 44,9 juta penduduk, luas wilayah 603.700 km persegi (233.090 mil persegi), dan yang paling penting, Ukraina memiliki perbatasan dengan Rusia.

Jika Barat berhasil melemparkan rezim demokrasi ke Ukraina, hal ini dikhawatirkan Rusia dapat menyebarkan atau sengaja mengekspor revolusi ke negara-negara tetangga (dalam hal ini negara bekas Uni Soviet), termasuk Rusia.

Pada akhirnya, serangan Rusia terhadap Ukraina adalah sifat dari Great Power untuk mempertahankan pengaruhnya di lingkungan sekitarnya.

Jika ditarik kembali, berdasarkan teori neorealisme dari hubungan internasional, Rusia mendeskripsikan sistem internasional sebagai sesuatu yang anarki, tidak pasti, dan pada akhirnya setiap negara harus bertahan agar tetap berada di sistem internasional.

Hal ini yang kemudian mengakibatkan Rusia mengambil aksi untuk menyerang Ukraina, walau tidak dibenarkan dalam hukum internasional.

Terlebih tidak terdapat hak self-defense yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB kepada Rusia.

Revy Marlina merupakan pengamat kebijakan luar negeri Rusia dan resolusi konflik di Post-Soviet Space dan Yaman, lulusan Master bidang Diplomasi dan Negosiasi Strategik Universitas Paris Saclay dan Hukum Internasional Universitas Grenoble Alpes