Hukum  

Dinilai Janggal, Kematian Wabup Sangihe Dikaitkan dengan Kasus Tambang

Foto : Antara

Jakarta – Kematian Wakil Bupati (Wabup) Sangihe Helmut Hontong, yang meninggal di udara, dinilai janggal oleh sejumlah pihak. Dorongan agar polisi mengusut kasus ini pun mencuat.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai kepergian Helmut tidak wajar karena mendadak dan misterius. Apalagi Helmut terkenal dengan sikap penolakannya terhadap tambang di Sangihe.

“Ini janggal karena dia sehat-sehat aja, tapi tiba-tiba mendadak kolaps, Kedua, misterius kematiannya. Kenapa seperti itu? Karena dia ini kan menjadi sorotan, high profile karena dia ini kepala daerah yang menolak tambang juga. Bahkan dia juga mengirim surat ke ESDM. Suratnya juga sudah beredar,” kata Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah Ismail.

Merah juga meminta polisi menyelidiki kematian Helmut ini. Merah juga mengatakan perlu jenazah Helmut diautopsi untuk menyelidiki penyebab kematiannya.

“Dia high profile juga, jadi bagi kita ini janggal. Kita mendesak agar otoritas terkait melakukan penyelidikan. Dalam hal ini pemerintah, penegak hukum, termasuk Komnas HAM. Apalagi bulan Mei 2021 warga juga sudah melaporkan kasus ini ke Komisioner Komnas HAM. Jadi Komnas ini jangan diam. Kepolisian juga melakukan penyelidikan yang maksimum soal apa penyebab utama kematian beliau ini. Apakah perlu dilakukan autopsi juga,” ungkapnya.

Ajudan Helmut, Harmen Rivaldi Kontu, menceritakan detik-detik meninggalnya Wabup Sangihe Helmut Hontong di pesawat rute Denpasar-Makassar. Harmen mengatakan, sebelum meninggal, Helmut sempat memberitahukan kepadanya bahwa sudah merasa pusing. Pada saat itu, dia diminta menggosokkan minyak kayu putih di bagian belakang dan leher.

Setelah lehernya digosok dengan minyak kayu putih, Helmut tidak lagi merespons. Bahkan Harmen mengatakan ada darah yang keluar dari mulut dan hidung Helmut.

“Sekitar 5 menit itu saya lihat Bapak langsung tersandar. Saya panggil dan kore-kore (colek) namun sudah tidak ada respons lagi. Saya langsung panggil pramugari, namun tetap Bapak tidak ada respons. Kemudian keluar darah lewat mulut. Tak lama kemudian darah keluar dari hidung,” kata Harmen ketika dimintai konfirmasi detikcom di Pelabuhan Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Kamis (9/6).

Harmen mengatakan, setelah keluar darah, ada seorang pramugari yang meminta bantuan. Menurut dia, pramugari tersebut menanyakan apakah ada dokter atau tenaga medis yang ikut dalam penerbangan itu. Kata Harmen, karena ada dokter, Wabup Helmut langsung dibawa ke bagian belakang untuk mendapatkan penanganan medis.

“Pas itu pramugari langsung meminta tolong jika ada dokter atau paramedis yang ikut dalam penerbangan ini. Jadi langsung diarahkan ke bagian belakang pesawat. Saat itu nadi Bapak dipompa supaya ada pernapasan, tapi Bapak memang ndak ada respons. Terus mereka mengecek nadi Bapak, kan mau tahu detak jantung, tapi mulai melambat,” jelasnya.

Harmen saat itu duduk di samping Helmut. Tindakan terakhir yang diambil dokter di dalam pesawat yaitu diberikan suntikan guna memacu jantungnya. Namun nadinya tak ditemukan akhirnya pemberian suntikan dibatalkan.

“Jadi tindakan terakhir dari dokter itu mau suntik adrenalin untuk pacu jantung. Cuma pas cari nadi Bapak, karena mungkin Bapak sudah kolaps, sudah tak dapat nadi Bapak. Cari beberapa tempat tidak dapat, jadi mereka batalkan itu suntik. Jadi keterangan dokter di pesawat cuma itu yang bisa dibuat, kemudian alat-alat tidak ada yang memadai sambil menunggu turun di Makassar masih 30 menit lagi untuk landing,” ujar dia.

Tak lama setelah landing, Wabup Helmut langsung ditangani pihak dokter dari Bandara Hasanuddin, Makassar. Menurutnya, setelah memeriksa, dokter kemudian menjelaskan Wabup Helmud telah meninggal dunia.

“Pas tiba di Makassar, dokter karantina kesehatan naik di pesawat cek kondisi Bapak. Memang, waktu di pesawat, kedua dokter sudah periksa tangan Bapak mulai pucat. Sampai di ruangan masih diperiksa lagi. Menurut pandangan medis, gejala-gejala itu tandanya orang sudah meninggal,” katanya. *

Pewarta : Detik
Editor : MD Yasir