Kejati Kepri Hetikan 3 Perkara Penuntutan Lewat Restorative Justice

Kejati Kepri
Kepala Kejati Kepri Rudi Margono saat mengikuti ekspose pengajuan penghentian penuntutan perkara di Kejari Batam dan Karimun lewat video konferensi di Kejati Kepri. (Foto: Ist)

TANJUNGPINANG – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menghentikan penuntutan tiga perkara di Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam dan Karimun lewat keadilan restoratif atau restorative justice.

Adapun perkara dihentikan yakni di Kejari Batam perkara tersangka Ifnu Razaq Bin Anzal disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

Sedangkan dua perkara lagi di Kejari Karimun, yakni tersangka Rizky Saka Prasetyawan Bin Wawan Sugianto disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Tersangka Buchari Nasution Bin Zainuddin Nasution disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso mengatakan, penghentian penuntutan perkara itu setelah Kejati Kepri menggelar ekspose bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI dan turut dihadiri Kepala Kejati Kepri Rudi Margono, Wakil Kepala Kejati Kepri M. Teguh Darmawan, Plh Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Rusmin Koordinator Bidang Pidum Kejati Kepri), Kepala Kejari Batam Herlina Setyorini, Kepala Kejari Karimun Firdaus, Koordinator Bidang Pidum Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Nurul Anwar, serta pejabat lainnya.

“Bahwa pengajuan tiga perkara untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif justice telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI,” kata Denny.

Ia menuturkan, alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagai berikut telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari lima tahun.

” Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan. Pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespons positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” ujarnya.

Baca juga: Kejati Kepri dan Pelindo Diharapkan Koordinasi di Bidang Hukum Berkelanjutan

Bahwa menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dengan segera Kepala Kejari Batam dan Kepala Kejari Karimun untuk memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. (*)

Ikuti Berita Lainnya diĀ Google News