“Paru-paru Dunia” yang Kian Terkikis

"Paru-paru Dunia" yang Kian Tergerus
Kondisi hutan di Kalimantan. Foto: Getty Images/Bay Ismoyo/WWF

Dalam laporan tahunan organisasi konservasi, World Wildlife Fund (WWF) mengeluarkan peringatan bahwa hutan Kalimantan diyakini bakal menyusut sebanyak 75 persen pada 2020 jika laju deforestasi tidak dihentikan. Hal itu menyusul tingginya laju deforestasi. Peringatan itu dipublikasikan WWF Indonesia dan Malaysia.

Dari sekitar 74 juta hektar hutan yang dimiliki Kalimantan, hanya 71 persen yang tersisa pada 2005. Sementara jumlahnya pada 2015 menyusut menjadi 55 persen. Jika laju penebangan hutan tidak berubah, Kalimantan diyakini akan kehilangan 6 juta hektar hutan hingga 2020, artinya hanya kurang dari sepertiga luas hutan yang tersisa.

Hutan basah Kalimantan yang menjadi habitat alami bagi berbagai jenis satwa adalah yang paling terancam oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit, penambangan dan pertanian. Menurut WWF Kalimantan akan kehilangan 10-13 juta hektar hutan antara 2015 hingga 2020. Laju deforestasi juga memusnahkan habitat satwa langka seperti orangutan.

“Kita harus bertindak sekarang dan secepat mungkin untuk menyelamatkan hutan Kalimantan,” kata Direktur WWF Malaysia, Dionysius Sharma.

Kalimantan saat ini didiami oleh sekitar 11 juta penduduk, termasuk satu juta penduduk asli, yang tersebar di Indonesia, Brunei dan Malaysia.

Akhir Mei 2017, Presiden Joko Widodo memperpanjang moratorium pengelolaan hutan alam primer dan lahan gambut yang diprakarsai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2011. Keputusan tersebut mencakup area hutan seluas 66 juta hektar.

Namun moratorium yang ditetapkan pemerintah dinilai kurang efektif karena masih banyaknya pelanggaran yang diabaikan. Kalimantan misalnya masih kehilangan 323.000 hektar lahan hutan 2015 silam meski dilarang dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

Janji Tak Merusak Hutan

Kondisi ini diperparah dengan adanya pemindahan ibu kota baru di Kalimantan TImur. Tetapi, pemerintah memastikan bahwa pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur dipastikan tak akan merusak hutan lindung di daerah itu.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro kala itu menegaskan bahwa dari total 180.000 hektare lokasi yang akan dibangun, 50 persennya akan menjadi ruang terbuka hijau (RTH).