Indonesia Itu Merdeka atau Mesti Dimerdakakan?

Angga Putra Pratama (Foto: istimewa)

Memang benar makna kemerdekaan di masa sekarang yaitu bagaimana caranya kita sebagai generasi penerus bangsa mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif. Selain itu, kegiatan yang mampu membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Tapi, ketika hal itu sudah tersistem dalam kepala kita, kita akan lupa bahwa bangsa kita memiliki sebuah integritas tentang perlawanan terhadap sebuah penjajahan, maka jadikan ingatan historis akan hari kemerdekaan ini sebagai gerak berkaca kita dengan kondisi hari ini.

Miris memang ketika kita melihat kondisi hari ini, negara yang dibangun dengan keringat, bercucuran darah dan nyawa. Sekarang, ternyata dalam penyelenggaraannya dijadikan sebuah lelucon yang dipertontonkan kepada segenap seluruh rakyat Indonesia. Rakyat yang menjadi syarat primer dalam berdirinya suatu negara, ternyata tidak diidahkan dan hanya dijadikan sebuah projek kepentingan untuk melancarkan bisnis para elit pemegang kekuasaan, tidak didengar ketika rakyat berteriak dengan aspirasinya, tidak peduli rakyat merengek dengan akalnya, dan bodo amat rakyat menangis dengan emosionalnya, bukan diperhatikan namun di rampok hak nya untuk kehedonan, untuk memupuk harta demi tercapainya kesenangan, dan sifat keserakahan akan harta mendominasi dalam dirinya yang mencerminkan sifat setan.

Soekarno pernah bilang,“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

Kutipan tersebut memang benar, tetapi saya akan pertegas lagi perjuangan kita itu adalah melawan pemerintah sendiri yang dzolim terhadap rakyatnya. Mengapa pemerintah dzolim ?

Kita ambil satu contoh dari berjuta kasus yang ada, yakni “Kasus suap bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako untuk warga miskin dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode oleh mantan mentri sosial (mensos) Juliari Batubara.”

Lalu kasus tersebut ditegaskan oleh WaKa BPK RI Agus Joko Pramono yang menceritakan pihaknya menemukan mark-up harga barang hingga mencapai Rp. 7 Miliar dalam satu sampel proyek bansos yang diteliti. Dan, membuatnya geleng-geleng kepala. Ada dugaan modus mengganti merek mie instan dengan merek tak dikenal. Dia menduga ada pihak yang sengaja membuat mie instan itu agar mendapat harga lebih murah.

Itu hanya satu contoh saja, dan memang keparat pejabat ketika hal-hal seperti itu terjadi, ibarat kata rakyat berjuang melawan kematian dan pejabat berjuang mematikan rakyat. Jadi jelas sudah perjuangan kita itu melawan pemerintah sendiri yang dzolim. Mau tinjau dari perspektif kemanusiaan, pancasila, agama, atau apapun jelas apa yang dilakukan pemerintah ini adalah perbuatan yang keji dan dzolim.

Mereka memperkosa rakyat untuk kesenangan dan kebutuhan biologisnya, tidak mengedepankan ikatan emosional dengan rakyat yang sangat menderita ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *