Ini Sejarahnya Kenapa AS-Inggris Nurut dengan Israel

Salah satu kamp pembantaian untuk memusnahkan orang Yahudi pada Perang Dunia-II rezim Jerman yang dikuasai Partai Nazi, Adolf Hitler. (Foto:Doc/Thelibrarydistrict)

JAKARTA – Amerika Serikat (AS) dan Inggris adalah dua negara besar yang kerap menjadi ‘Sponsor’ bagi kekuatan besar militer Israel di kawasan Timur Tengah.

Untuk mengawal kepentingannya di kawasan itu, AS-Inggris pun tak masalah harus merogoh kocek yang dalam dan menjadikan militer Yahudi itu paling hebat di kawasan Timur Tengah.

Dukungan itu terus berlanjut meski dunia mengecam Israel atas aksi militernya di Gaza, Palestina yang menewaskan belasan ribu korban jiwa dari warga sipil.

Bahkan baru-baru ini, Negeri Paman Sam menggunakan vetonya untuk menolak usulan resolusi gencatan senjata di Gaza di forum Dewan Keamanan PBB. Sementara London memutuskan untuk abstain.

Hal ini pun membuat kekuatan Barat terkena kecaman, dan penolakan dari pihak internasional. China dan Rusia, misalnya, mengecam standar ganda AS.

Veto tersebut menjatuhkan ‘hukuman mati terhadap warga Palestina yang menjadi korban serangan Israel di masa depan.

Baca juga: Jokowi Pimpin KTT Perayaan 50 Tahun Hubungan ASEAN-Jepang

Namun dibalik itu semua, apa yang mendasari manuver London dan Washington?

Tarik Cyril Amar, seorang akademisi dari dari Koc University, yang memaparkan pendapatnya di kolom Russia Today menjelaskan, bahwa dukungan AS-Inggris untuk membela Israel tidak terlepas dari sejarah Perang Dunia-II.

Tarik menuliskan hal itu dengan judul ‘Why can’t the US ever say no to Israel? di kolom Russia Today.

“Kebanggaan AS telah ditanamkan karena menjadi salah satu kekuatan yang menjatuhkan Jerman, negara pelaku Holocaust,” ujar Tarik dikutip Senin 18 Desember 2023.

Alasan berikutnya, bagaimana Israel berfungsi sebagai penegak hukum dan pos terdepan hegemoni AS di Timur Tengah dan terkadang di luarnya.

Bahkan membuat beberapa pemimpin Negeri Paman Sam, telah memperkuat komitmennya untuk membela Israel.

grafis statistik kemampuan militer Israel. (Foto:Doc/inews)
Baca juga: Israel Putus Asa, Bikin Sayembara Rp6 Miliar Infokan Keberadaan Petinggi Hamas

“Seperti yang dinyatakan Presiden AS saat ini, Joe Biden pada tahun 1986. Ketika ia masih menjadi senator yang ambisius dan pantang menyerah, jika tidak ada Israel, Amerika harus menciptakannya,” kata Biden.

Kemudian Tarik menyebutkan, pengaruh Israel dalam peta politik AS sangatlah besar. Ini dibuktikan dengan bagaimana AS akhirnya menjatuhkan veto, untuk gencatan senjata gaza di forum Dewan Keamanan PBB.

“Memang benar bahwa Israellah yang melancarkan serangan paling invasif, dan efektif terhadap politik AS dalam sejarah,” tambah Tarik.

Sementara itu, untuk Inggris motifnya dapat ditarik kembali kepada dasar sejarah pendirian negara Israel oleh para kelompok Zionisme.

Mengutip laporan declassified UK, melalui Deklarasi Balfour tahun 1917, Inggris mensponsori proyek penjajahan Zionis.

Memerintah Palestina dari tahun 1920-an hingga 1940-an, Inggris mengambil serangkaian langkah nyata untuk mewujudkan tujuan proyek negara Israel tersebut.

Dengan melakukan hal itu, Inggris membuka jalan bagi Nakba yaitu pengusiran massal warga Palestina.

Pada tahun 1956, Inggris dan Perancis memanfaatkan Israel untuk melakukan pekerjaan intelijen mereka. Pada pertemuan rahasia di Sevres, pinggiran Kota Paris, pada Oktober tahun itu.

Baca juga: Tentara Bayaran Israel di Ukraina Curhat di Medsos, Minta Uang dan Senjata

Sebuah rencana dibuat untuk menyerang Mesir, atas nasionalisasi Perusahaan Terusan Suez (sebuah perusahaan Anglo-Prancis dan pemain kunci dalam pelayaran internasional).

“Rencana yang diajukan di sana disajikan sebagai inisiatif Inggris. Selwyn Lloyd, yang saat itu menjabat Menteri Luar Negeri Inggris, menganjurkan agar Israel melakukan tindakan perang yang nyata,” tulis memoir mantan kepala militer Israel, Moshe Dayan.

Jejak Israel dan Inggris kemudian muncul pada sebuah dokumen penting yang diterbitkan pada bulan Mei 1968. Ditulis oleh Michael Stewart, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, dokumen tersebut menyatakan bahwa ‘kelangsungan hidup Israel sebagai negara terpisah adalah aspek mendasar dari kebijakan Inggris di Timur Tengah’.

Meskipun demikian, dokumen tersebut menunjukkan bahwa Inggris juga ingin membina hubungan yang kuat dengan negara-negara Arab.

Oleh karena itu, mereka merekomendasikan Inggris untuk menjaga ‘keseimbangan kekuatan militer’ antara Israel dan negara-negara tetangganya.