Kala Harga Minyak Goreng Melambung di Negara Penghasil Sawit Terbesar Dunia

Minyak Goreng
Seorang pedagang menunjukkan minyak goreng kemasan dagangannya di Pasar Malaka, Rorotan, Jakarta, Senin (3/1/2022). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww)

Tanjungpinang – Harga minyak goreng beberapa bulan terakhir tembus diangka Rp20 ribu per kilogram. Melambungnya harga minyak goreng ini menjadi pertanyaan besar ketika Indonesia disebut-sebut menjadi salah satu negara penghasil minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia.

Kenaikan harga minyak goreng sangat berdampak pada perekonomian masyarakat. Mereka mengeluhkan tingginya harga minyak goreng sebagian besar dari kalangan masyarakat menengah kebawah. Hal yang sama juga dirasakan oleh para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Pemerintah mengalokasikan dana sekitar Rp7, 6 triliun untuk mensubsidi harga minyak goreng. Per tanggal 19 Januari 2022 lalu, harga minyak goreng turun menjadi 14 ribu rupiah per liter.

Baca juga: Harga Minyak Goreng di Pasar Masih Mahal, Pemko Batam Bakal Panggil Distributor

Turunnya harga minyak goreng disambut baik oleh masyarakat. Sayangnya, masyarakat melakukan panic buying akibat harga minyak goreng turun. Sejumlah pusat perbelanjaan dan swalayan diserbu sebagian besar oleh emak-emak.

“Edukasi dan kesadaran masyarakat perlu terus ditingkatkan oleh semua pihak, berkaca dari banyak kejadian- sebelumnya,” kata anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (20/1).

“Panic buying bukan tindakan yang smart, baik dari sisi ekonomi dan sosial,” lanjut dia.

Sementara itu, Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, tak habis pikir dengan meroketnya harga minyak goreng di negara penghasil sawit terbesar di dunia. Menurutnya, minyak goreng merupakan produk turunan dari minyak sawit yang merupakan produk dalam negeri. Namun, anehnya dijual untuk masyarakat di dalam negeri dengan patokan harga global.

“Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional,” ujar Tulus dalam pesan singkatnya.

Baca juga: Pemkab Natuna Belum Terapkan Kebijakan Minyak Goreng Satu Harga

Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen. Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema HGU.

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel. Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Pada saat harga minyak sawit dunia naik, tak seharusnya pemain besar produsen minyak goreng menjual produknya dengan harga mahal yang membebani masyarakat.

Soal kenaikan harga karena alasan banyaknya pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi alias tidak memiliki kebun sawit juga tidak masuk akal. Ini karena hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan kelapa sawit. Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak.

“Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” kata Tulus.

Penyebab Harga Minyak Goreng Naik

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono membeberkan penyebab harga minyak goreng terus mengalami kenaikan hingga hari ini. Salah satunya adalah tingginya angka permintaan, sementara jumlah produksi belum bisa memenuhinya.

“China sangat cepat recovery sehingga banyak demand terserap oleh China. Sementara pasca pandemi kelihatannya belum siap kembali normal sehingga terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand. Banyak harga-harga naik, tidak hanya CPO, tapi juga pupuk naik, baja naik, jadi masih belum seimbang,” tutur Joko dalam konferensi pers, Sabtu (20/11).