Menanti Hasil Akhir RUU TPKS

Menanti Hasil Akhir RUU TPKS
Ilustrasi - Kampanye damai perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan pelecehan seksual. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/kye/aa. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)

Tidak Tumpang Tindih

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI, Edward O.S Hiariej mengatakan bahwa pasal-pasal yang terdapat dalam RUU TPKS tidak akan tumpang tindih dengan peraturan dalam Undang-undang yang telah ada.

“Saya berani menjamin 100 persen tidak akan terjadi overlapping, tidak akan terjadi tumpang tindih dengan undang-undang yang existing,” katanya.

RUU TPKS akan memuat hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang yang telah ada, seperti Undang-undang Perlindungan Anak, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Edward menegaskan dalam menyusun DIM RUU TPKS, pemerintah melakukannya dengan seksama dan sangat teliti.

“Jadi kami menyandingkan apa yang sudah diatur dalam RUU KUHP, Undang-undang Perlindungan Anak, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Itu tidak akan diatur di dalam undang-undang ini,” kata Edward.

Pihaknya menjelaskan DPR mengusulkan ada lima bentuk tindak pidana kekerasan seksual dalam RUU TPKS. Pemerintah kemudian menambahkan dua bentuk tindak pidana kekerasan seksual menjadi berjumlah tujuh bentuk tindak pidana kekerasan seksual, mulai dari pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.

Setelah penyusunan DIM selesai, kini ‘bola panas’ berikutnya ada di DPR.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS DPR, Willy Aditya mengatakan bahwa RUU TPKS akan dibahas pada masa reses. Pasalnya jadwal masa sidang DPR RI diketahui hanya sampai 18 Februari 2022.

“Diberikan izin (pembahasan RUU TPKS) di masa reses,” katanya.

Pemerintah diharapkan segera mengirim surat presiden (surpres) beserta DIM agar pekan ini bisa segera dimulai proses pembahasan bersama RUU TPKS antara pemerintah dan DPR.

RUU TPKS yang sebelumnya merupakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah melewati proses yang sulit dan panjang sejak Tahun 2016.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga menekankan, bahwa RUU TPKS harus segera disahkan menjadi undang-undang, mengingat tingginya angka kasus kekerasan seksual di Tanah Air yang penanganannya membutuhkan payung hukum khusus.

Data tingginya kasus kekerasan seksual ini merujuk pada hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021, laporan Sistem Informasi Online Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), laporan Komnas Perempuan dan laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).