Pengamat: Sejumlah Persoalan Harus Diselesaikan Wali Kota/Kepala BP Batam

Pengamat
Pengamat kebijakan publik, Moh Andika Surya Lebang. (Foto: Irvan Fanani)

BATAM – Hampir empat tahun Wali Kota Batam Muhammad Rudi menjabat Ex-Officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Rudi secara resmi dilantik sebagai Ex-Officio Kepala BP Batam di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) di Jakarta, Jumat, 27 September 2019 lalu.

Penetapan dirinya sebagai Kepala BP Batam tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Salah satu poin dalam peraturan itu yakni Kepala BP Batam dijabat Ex-Officio oleh Wali Kota Batam, dengan syarat tidak sedang menjalankan masa tahanan dan tidak berhalangan sementara yang ditetapkan dengan Keputusan Dewan Kawasan Batam.

Lantas dalam periode itu bagaimana perjalanan Rudi dalam memimpin Kota Batam dan BP Batam.

Pengamat Kebijakan Publik, Moh Andika Surya Lebang memberikan pandangannya terhadap hal ini. Menurutnya, sudah banyak rekam jejak Muhammad Rudi yang dirasakan masyarakat selama menjabat Wali Kota sekaligus Ex-Officio Kepala BP Batam, terutama dalam pembangunan infrastruktur, salah satunya yakni pembangunan jalan raya.

“Cuma, tidak hanya itu yang menjadi problematik, khususnya bagi warga Batam. Mungkin untuk saat ini yang menjadi tendensinya keberpihakan masyarakat terkait dengan era kepempimpinan beliau itu berkaitan dengan rencana pembangunan Rempang Eco-City yang melibatkan hampir seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya, Kamis (12/10).

Kendati demikian, Andika menyebut hal itu tidak dapat dijadikan patokan untuk menyimpulkan bahwa Rudi tidak mampu mengemban tugasnya sebagai Wali Kota dan Ex-Officio Kepala BP Batam.

“Jika berangkat dari kasus di Barelang saat ini, karena kasusnya masih bergulir di era kepempimpinan beliau yang akan berakhir di tahun 2024, saya rasa belum tentu bisa dikatakan tidak berhasil,” katanya.

“Kalau misalnya mungkin diperpanjang masa kepemimpinannya, mungkin itu bisa diselesaikan oleh beliau bersama dengan para pejabat lainnya dengan cara bersinergi dan mengajak masyarakat untuk meningkatkan konsolidasi,” ungkapnya lagi.

“Hanya saja yang menjadi polemik apabila hal ini tidak terselesaikan pada saat masa jabatannya berakhir, yang di mana itu menjadi bentuk tidak selesainya tanggung jawab pemerintahan Kota Batam secara nyata,” tambah Andika.

Ia menambahkan, jika dilihat secara objektif, terdapat sejumlah indikator yang menunjukkan bahwa Rudi tidak optimal dalam menjalankan tugasnya.

“Secara objektif, perlunya para pemimpin yang bekerja di bawah kepemimpinan Muhammmad Rudi harus dapat menjalankan tugas sesuai dengan tupoksinya. Sebagai contoh yang menjadi problematik yakni, pertama, pembangunan kawasan Rempang Eco City,” ujarnya.

“Kedua, terkait dengan kebutuhan air bersih di Kota Batam. Di mana banyak sekali tender-tender saat sedang adanya pembangunan, justru suplai air bersih kerap kali menjadi terhenti,” ujarnya.

Ia menyayangkan bentuk pertanggungjawaban BP Batam terhadap masyarakat saat terjadi kendala suplai air bersih terutama saat terjadi kebocoran pipa saluran air.

“Walaupun memang diperbaiki, namun mau sampai kapan masyarakat bisa memaklumi itu? Walaupun secara nyata anggota DPRD juga membahas permasalahan seperti itu,” sesalnya.

Indikator lainnya, menurut Andika yang menjadi suatu promblematik di Kota Batam yakni perihal banjir.

Sejumlah titik di Kota Batam kerap terjadi banjir saat hujan deras atau berlangsung dalam kurun waktu satu sampai dua jam.

“Apakah fungsi drainase yang kurang baik atau ada masalah lain, saya tidak faham apa yang menjadi masalah utamanya. Kemudian, untuk sejumlah daerah di Batam yang saluran drainasenya kurang baik, nah itu bagaimana bentuk tanggung jawab sebenarnya dari pemerintah,” ujarnya.

“Apakah harus ada demonstrasi dulu baru ditangani, apa mungkin harus menunggu istilah yang sering kita dengar yakni no viral no justice, baru ada respon pemerintah,” kata Andika lagi.

Indikator keempat, lanjut Andika, yakni perihal penyelesaian legalitas Kampung Tua di Kota Batam.

Diketahui, dari 37 titik kampung tua yang tersebar di sembilan kecamatan di Batam, terdapat 29 titik yang belum memiliki legalitas dan bersertifikat.

“Mungkin salah satu yang menjadi problematik yakni di Tembesi Tower, tapi saya tidak tahu pasti problematik dalam artian apa. Namun, yang menjadi penegasan bahwasanya ada indikasi itu bisa dijadikan sebagai kampung tua.

“Namun ternyata jika ditelisik, daerah tersebut tidak masuk dalam perhitungan Kampung Tua. Dan ini masih terjadi, dalam artian masih ada kisruh-kisruh antara warga dengan orang yang memiliki sertifikat kepelimikan atas tanahnya, seperti itu,” sebut Andika.

Baca juga: Suara Rudi Terancam Hilang di Masyarakat Melayu Dampak Polemik Pulau Rempang

Andika berharap dari sejumlah indikator permasalahan yang disebutkkannya tersebut, pemerintah Kota Batam dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan yang dialami oleh masyarakatnya.

Andika juga menekankan pentingnya hubungan yang harmonis antara masyarakat dan pemerintah dalam menjalankan kewenangan dan tanggung jawab mereka.

“Jika hubungan antara pemerintah dengan masyarakat terjalin harmonis, tentunya tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah kota Batam akan mendapatkan jalan yang bagus,” pungkasnya. (*)

Ikuti Berita Lainnya di Google News