Aceh – Disaksikan Jaksa Agung RI Burhanuddin, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh melaksanakan permohonan ekspose untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif berdasarkan Pedoman Nomor 15 Tahun 2020 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Rabu (10/11).
Selama ini ekspose dilakukan secara langsung ataupun virtual dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dari Jakarta, namun hari ini menjadi suatu hal yang sangat istimewa karena untuk pertama kalinya dari Serambi Mekkah, pelaksanaan ekspose dihadiri langsung oleh Jaksa Agung selaku “Penuntut Umum Tertinggi” disamping kunjungan kerja Jaksa Agung di wilayah hukum Kejati Aceh.
Sebelumnya pagi tadi sekitar pukul 10.00 WIB, Jaksa Agung juga hadir dan mengikuti pelaksanaan ekspose penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif di kantor Kejaksaan Negeri Banda Aceh.
Sehingga hari ini, untuk wilayah hukum Kejati Aceh telah dikeluarkan lima perkara yang dilakukan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, yaitu:
tersangka Muzakkar Alias Black Bin M. Husen (Kejaksaan Negeri Banda Aceh), tersangka Muhammad Qusyasyi Alias Amat Bin (Alm) Abdullah Gani (Kejaksaan Negeri Aceh Utara), tersangka Eka Nurjanah Binti Alizar (Kejaksaan Negeri Aceh Singkil)
tersangka Redi Arianto Alias Redi Bin (Alm) Rusman (Kejaksaan Negeri Aceh Singkil), tersangka Ilham Bin Rahmatsyah (Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara).
Setelah mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, para Kepala Kejaksaan Negeri menandatangani dan menyampaikan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) Kepala Kejaksaan Negeri, dan antara tersangka dan korban langsung saling bersalaman yang disaksikan dari masing-masing pihak penyidik dan tokoh masyarakat.
Jaksa Agung pada kesempatan tatap muka dengan para tersangka, korban, penyidik dan tokoh masyarakat setelah diberikan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif menyampaikan bahwa kehadiran Jaksa Agung ke wilayah hukum Kejati Aceh dalam rangka melihat secara langsung kinerja dan kondisi seluruh jajaran Adhyaksa dan kantor Kejaksaan di wilayah Aceh.
Selain itu, Jaksa Agung menyampaikan kehadirannya dalam ekspose Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ingin menyaksikan sendiri serta melihat langsung pelaksanaan proses Restoratif Justices (RJ), kemudian Jaksa Agung ingin memastikan langsung dengan berkomunikasi dengan para tersangka maupun korban apakah para Jaksa tersebut ada melakukan perbuatan tercela (menyalahgunakan kewenangannya dan/atau mengambil keuntungan pribadi) dalam prosesnya sehingga bisa mencederai dari makna dikeluarkannya Pedoman RJ yang bisa merusak citra Kejaksaan.
Jaksa Agung menekankan secara tegas, apabila ada yang berani dan terbukti melakukan perbuatan tercela dalam pelaksanaan RJ, tidak akan segan-segan akan menghukum berat pegawai Kejaksaan tersebut dan akan memberhentikan tidak dengan hormat.
“Sekali lagi Jaksa Agung mengingatkan, “Jangan Mencederai Masyarakat”. Ingat masyarakat amat mendambakan penegakan hukum yang berkeadilan dan berkemanfaatan,”
“Dengan pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang baru saja dilaksanakan menunjukkan “hukum tidak lagi tajam ke bawah, tapi hukum harus tumpul ke bawah dan tajam ke atas,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulisnya diterima, Rabu malam.
Lanjut, kata Leonard, Jaksa Agung mengingatkan Kepala Kejaksaan Tinggi dan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk melakukan pengawasan secara ketat, dan bila ada terbukti anggotanya melakukan perbuatan tercela. “Maka Jaksa Agung tidak segan-segan menindak dua tingkat di atasnya,” ujarnya.
Baca Juga: Pakar Hukum Dukung Jaksa Agung Terapkan Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkotika
Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif baik di Kejaksaan Negeri Banda Aceh dan Kejaksaan Tinggi Aceh dilaksanakan dengan menerapkan secara ketat protokol kesehatan dengan memperhatikan 3M. (*)