Mengintip Kehidupan Suku Anak Dalam yang Mulai Terusir dari Rimba

Orang rimba di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun.. (Foto: Antara)

Hidup memprihatikan

Warsi, lembaga yang aktif mendampingi orang rimba atau warga SAD di Provinsi Jambi, menyatakan bahwa warga SAD tersebut saat ini hidup dalam keprihatinan. Kawasan hutan yang menjadi tempat hidup dan penghidupan bagi warga SAD kini sudah berubah menjadi kawasan perkebunan. Tempat berburu hewan liar dan hasil hutan yang menjadi mata pencaharian bagi warga SAD sudah sangat sulit ditemukan. Selain itu sumber air bersih bagi warga SAD sudah berubah menjadi kanal-kanal untuk pengairan perkebunan.

Manajer Program Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Robert Aritonang mengatakan hasil buruan warga SAD tersebut tidak seperti dulu lagi dan hasil hutan yang dikumpulkan warga SAD tersebut tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan mereka.

Sebagian dari mereka bertahan dalam sudung-sudung, yakni pondok dengan alas pelepah sawit dan terpal plastik. Meski sebagian dari mereka masuk dalam program perumahan pemerintah, namun kehidupan warga SAD tersebut tetap marginal karena tidak memiliki tempat berusaha. Hal itu dikarenakan hutan rimba yang menjadi penghidupan sudah tidak ada dan mengambil berondolan sawit dianggap melakukan pencurian.

Dijelaskan Robert Aritonang, sejumlah lembaga konsultan publik telah melakukan penelitian terhadap kehidupan warga SAD tersebut. Konsultan Independen Daemeter menyebutkan terjadi pengabaian hak masyarakat adat yang tinggal di dalam kawasan perusahaan. Sehingga perusahaan direkomendasikan untuk mengambil langkah pendekatan penyelesaian konflik dengan warga SAD secara menyeluruh.

Selanjutnya kajian dan analisis terhadap kehidupan warga SAD tersebut juga dilakukan oleh Human Right-Watch, yakni lembaga independen yang mendorong pengakuan hak asasi manusia. Penelitian tersebut dilakukan dari Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2019, berkesimpulan hutan yang beralih menjadi kawasan perkebunan telah menghancurkan kehidupan warga SAD.

Beberapa perwakilan warga SAD yang didampingi Warsi telah melakukan beberapa kali pertemuan, mulai dari level bawah hingga tertinggi di perusahaan. Namun, respons yang dilakukan pihak perusahaan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bukan dalam bentuk masalah substansial yang diadukan oleh warga SAD yang kehilangan hak penghidupan berupa hutan dan lahan.

Selain itu warga SAD tersebut meminta perlindungan kepada pemerintah daerah hingga Komnas HAM, Kementerian ATR/BPN dan Kantor Staf Kepresidenan, guna mendapatkan solusi fundamental untuk penyelesaian masalah warga SAD tersebut.