“Paru-paru Dunia” yang Kian Terkikis

"Paru-paru Dunia" yang Kian Tergerus
Kondisi hutan di Kalimantan. Foto: Getty Images/Bay Ismoyo/WWF

Tanjungpinang – Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan ibu kota negara (IKN) pindah dari Jakarta ke Kalimantan Timur pada 26 Agustus 2019 lalu, beragam respon muncul dari berbagai kalangan. Mulai dari akademisi, aktivis hingga politikus di Senayan, Jakarta.

Pro dan kontra pun pecah. Alasannya, pemindahan ibu kota negara dianggap belum penting. Sebab, saat ini kondisi perekonimian negara ambruk akibat pandemi COVID-19. Bahkan, utang negara pun kian menggunung setelah Jokowi berambisi untuk menggenjot pemerataan pembangunan infrastruktur di seluruh daerah.

Terlebih, Pulau Kalimantan yang notabene sebagai “paru-paru dunia” yang memiliki hutan dengan luas mencapai hingga 40,8 juta hektare itu juga akan terancam terkikis. Ancaman perubahan iklim juga menjadi kekhawatiran masyarakat setempat. Alhasil, masyarakat lagi yang menjadi korban.

Namun, Jokowi punya alasan memindahkan ibu kota dari Jakarta ke wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara itu. Menurutnya, beban Pulau Jawa sudah terlalu berat dengan penduduk yang telah mencapai 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia. Ditambah dengan posisi Jawa sebagai sumber ketahanan pangan.

“Beban ini akan semakin berat jika ibu kota pemerintahan pindahnya tetap di Pulau Jawa,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 26 Agustus 2019 lalu.

Baca juga: Pembangunan dan Pemindahan IKN Dilaksanakan Bertahap

Selain itu, Jokowi mengatakan saat ini beban Jakarta sebagai ibu kota saat ini sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, hingga pusat perdagangan dan jasa. Lokasi bandara dan pelabuhan terbesar di Indonesia juga berada di Jakarta.

Peta Kalimantan Timur – Repro/Google Maps

Mantan Wali Kota Surakarta itu menyebutkan, pemerintah meyakini wilayah di Kalimantan ini lebih minim risiko bencananya. Mulai dari bencana banjir, gempa, tsunami, kebakaran hutan dan lahan, letusan gunung api, dan tanah longsor, dinilai lebih jarang terjadi di sana.

Kemudian, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, dinilai strategis, karena berada di tengah Indonesia. Kedekatan lokasi dengan daerah yang lebih berkembang akan lebih memudahkan pembangunan. Lokasi baru yang dipilih pemerintah ini berdekatan dengan Balikpapan dan Samarinda.

Baca juga: IKN Pindah ke Kalimantan Timur, Anies: Jakarta Tetap Jadi Pusat Perkonomian

Sementara itu, lokasi ibu kota negara baru berada di lahan kosong besar, fasilitas di lokasi baru nanti cukup mumpuni. Mulai dari jalan tol hingga dekat dengan bandara taraf internasional.

Jokowi mengatakan di lokasi pembangunan ibu kota baru nanti, pemerintah memiliki 180 ribu hektare lahan. Hal ini akan memudahkan pemerintah dalam membangun tanpa terlalu direpotkan dengan urusan pembebasan tanah.

Anggaran dan Rencana Pembangunan

Ambisi besar Jokowi untuk memindahkan ibu kota negara pun semakin kuat setelah terbitnya Undang-undang tentang Ibu Kota Negara yang telah resmi disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa, 18 Januari 2022 lalu. Ibu kota juga sudah ditetapkan dengan nama Nusantara.

Tak tanggung-tanggung, anggaran yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota itu dalam hitungan kasarnya mencapai Rp466 triliun. Anggaran itu bersumber dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) sekitar Rp252,2 triliun atau 54,2 persen. BUMN dan swasta juga menyumbang sekitar Rp123,2 triliun atau 26,4 persen. Sisanya akan dibangun melalui APBN sebesar Rp90 triliun atau 19,4 persen.