Membangun Kesadaran Berbangsa Tangkal Terorisme

Ucok Lasdin Silalahi
Ucok Lasdin Silalahi. (Foto: Ist)

Tanpa rasa takut, mungkin kita akan menerjang semua yang ada di depan tanpa memikirkan risiko dan dampak akhirnya. Ketakutan bertindak sebagai alarm bahaya internal. Hal itu akan memaksa kita untuk bertindak dan membantu membuat keputusan yang bijaksana. Tanpa rasa takut, kita mungkin tidak akan hidup lama karena tidak akan menyadari atau peduli dengan ancaman yang ada di sekitar kita.

Demikian juga dengan rasa takut terhadap terulangnya aksi terorisme di Indonesia seyogianya membangkitkan kewaspadaan semua elemen Negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki wawasan pemikiran kebangsaan demi menjaga dan mempertahankan keutuhan dan keberlangsungan bangsa dan negara Indonesia.

Dugaan adanya afiliasi kelompok terorisme internasional terhadap kelompok terorisme lokal di Indonesia terlebih serangan kepada simbol – simbol supremasi sipil dan serangan kepada Polri dengan pola aksi-aksi mandiri, struktur organisasi tanpa bentuk dan terpisah, tak ada kendali yang jelas, dilakukan secara lone wolf yang mengikuti pola aksi terorisme internasional seyogianya membangkitkan rasa kewaspadaan kita untuk secara kolektif bangkit dan menumbuhkan kesadaraan kolektif bangsa Indonesia dalam menangkal perkembangan ideologi terorisme internasional, yaitu dengan mengembangkan dan menginternalisasi Wawasan Kebangsaan sebagai suatu cara pandang dan sikap bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa yang bertujuan untuk:
1) Menjadikan NKRI sebagai bangsa Indonesia yang kuat, rukun, bersatu, berdaya saing tinggi dan sejahtera.
2) Menjamin terjaganya sejarah kebangsaan Indonesia dan Cinta NKRI.
3) Reaktualisasi nilai-nilai Pancasila.
4) Meredam berkembangnya penonjolan primordialisme sempit, kesukuan, kedaerahan dan mencegah disintegrasi bangsa.
5) Meningkatkan kualitas penangkal dunia maya demi lestarinya bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

Indonesia sebagai sebuah negara dengan bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara bangsa yang dibangun secara konstitusional dan sadar dibentuk dengan latar belakang keberagaman budaya, sukubangsa (ethnic), serta keragaman agama, keyakinan, dan bahasa.

Penyebutan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negara merupakan bagian dari upaya negara membangun sistem pemersatu yang membawa hubungan antarsuku bangsa sebagai bagian proses membangun bangsa (nation). Fredrik Barth (1969) melihat suku bangsa dalam dimensi kelompok bertujuan menciptakan batas-batas sosial untuk menunjukkan bahwa suku bangsa adalah sebuah entitas, adapun batasan – batasan antar suku bangsa itu sangat tipis sekali tetap ada beberapa sifat budaya yang mirip untuk selalu dapat dicari titik temu bagi perbedaan suku bangsa.

Aktualisasi Wawasan Kebangsaan dalam kehidupan untuk membentuk karakter dan kepribadian agar menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan individu atau golongan, mempertahankan asas Bhinneka Tunggal Ika yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945 serta mewujudkan bangsa yang maju, mandiri dan sejahtera.

Sehingga dalam menjalankan setiap aktifitas rakyat Indonesia menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa. Pancasila sebagai dasar negara dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya menjadi titik temu konsensus keberagaman suku bangsa di Indonesia menjadi satu bangsa yaitu Bangsa Indonesia.

Berbagai aksi terorisme, yang memakan korban ratusan orang rakyat Indonesia dan petugas keamanan menimbulkan rata takut yang massif. Untuk meredusir rasa tersebut, diperlukan etos kerja dan optimisme yang kuat untuk bangkit.

Hal terpenting yang perlu dilakukan yakni menumbuhkan kesadaran kolektif wawasan kebangsaan dan menginternalisasikan ideologi Pancasila pada setiap elemen negara sebagai upaya menangkal dan menanggulangi ancaman aksi terorisme pada masa yang akan datang sekaligus sebagai bentuk penghormatan atas pengorbanan rakyat sipil dan petugas keamanan (Polri) yang telah gugur sebagai pahlawan menghadapi aksi terorisme.

Kesadaran kolektif menumbuhkan semangat nasionalisme harus dimulai sejak dini melalui program pendidikan karakter yang memuat nilai-nilai keindonesiaan, wawasan nusantara dan sikap patriotik. Peran lembaga pendidikan dan keluarga semakin penting dan strategis untuk membangun dan membangkitkan generasi muda yang kuat, cerdas, berkualitas dan cinta tanah air.

Penguatan nilai-nilai nasionalisme melalui kurikulum pembelajaran dapat dilakukan sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan karakteristik daerah masing-masing. Misalnya, aset budaya dari sejarah penting yang memuat nilai-nilai patriotisme dan kebaikan, dapat dilestarikan dilakukan sebagai landasan pemikiran dalam kurikulum pembelajaran berbasis kearifan lokal.

Pendekatan kultural dalam skema pendidikan berbasis nasionalisme perlu dilakukan karena lebih menarik dan mudah dicerna oleh masyarakat khususnya generasi muda sebagai peserta didik. (*)